Press ESC to close

Sejarah Merokok Sebats Sebagai Alat Ukur Waktu

Jam tangan adalah salah satu aksesoris andalan di era modern. Meski demikian, fungsi utamanya adalah sebagai alat ukur waktu atau durasi dalam berkegiatan. Tapi tak jarang pula perannya digantikan oleh rokok. Tidak jelas sejak kapan dimulainya sejarah merokok dijadikan “jam tangan”.

Tentu kebiasaan ini hanya dilakukan oleh para perokok. Biasanya dalam tongkrongan ada semacam kesepakatan bersama untuk menentukan kapan mereka akan mulai bertindak (berangkat pergi, pulang, memulai permainan, dll). Caranya ya dengan mengisap satu batang terakhir alias sebats. Dari kebiasaan inilah muncul istilah sebatbut alias sebatang lagi cabut.

“Sebats lagi cabut, ya.”

Begitu juga ketika individu-individu perokok ini akan berangkat ke tempat kerja, tongkrongan, atau ke mana pun, biasanya mereka juga akan menggunakan waktu sebats sebelum melanjutkan aktivitasnya. Kebiasaan tersebut dilakukan mengingat durasi waktu mengisap sebatang rokok yang relatif singkat.

Untuk rokok dengan batang berdiameter besar biasanya butuh waktu 15 hingga 16 menit untuk mengisapnya. Durasi tersebut cukup untuk mempersiapkan diri atau jadi waktu yang ideal untuk melakukan sesuatu. Misal, sambil memanaskan mesin motor atau sambil menunggu istri membungkus bekal.

Baca Juga:  Cerita Rokok yang Menggagalkan Upaya Bunuh Diri

Durasi akan semakin cepat jika rokok yang diisap adalah rokok dengan diameter batang yang kecil atau rokok putihan. Dengan demikian waktu yang dibutuhkan hanya sekitar sembilan hingga sepuluh menit saja.

Jadi jelas, alasan merokok dijadikan patokan waktu ya karena durasi yang ideal itu. Meski kita juga memaklumi ada yang ingkar dengan durasi sebats tersebut.

Fenomena ingkar biasanya terjadi kala obrolan di tongkrongan sedang menarik, jadi satu batang saja tak cukup untuk mengakhiri perbincangan. Kalau gak cukup sebatang, ya dua batang. Masih gak cukup? Ya bolehlah tiga batang. Atau gak jadi pulang. Intinya, pengingkaran dilakukan bersama.

Sejarah merokok sebatbut sebenarnya dimulai oleh para perokok-perokok yang punya manajemen waktu yang cukup tertib. Mereka memiliki kalkulasi waktu yang pas untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan ini kemudian diikuti banyak orang dan mungkin banyak perokok di Indonesia.

Ada banyak juga yang menjadikan aktivitas merokok mereka sebagai pengukur waktu yang tepat untuk berlama-lama di toilet. Ini sangat memungkinkan untuk terjadi karena tidak ada kenikmatan di dunia ini yang bisa menandingi buang air besar sambil nyebats.

Indi Hikami

TInggal di pinggiran Jakarta