
Seorang netizen menyamakan kretek dengan VOC, logika dari mana?
***
“Kami bukan komunitas yang mengajak netizen merokok. Tapi kalau mau merokok silakan, toh itu legal..” tulis akun X @komunitaskretek
“Legal=/=baik. VOC juga dulu legal,” balas akun X @darma__p
Ah, apakah pantas menyamakan rokok, apalagi kretek, sebagai produk budaya yang khas dan hanya ada di Indonesia dengan VOC (perusahaan dagang kolonial yang menjarah sumber daya alam Nusantara selama berabad-abad)?
Mengenal singkat tentang VOC
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) alias Perserikatan Dagang Hindia Timur didirikan dari gabungan perusahaan-perusahaan di Belanda. VOC bertujuan untuk menguasai dan memonopoli perdagangan empah-rempah di Asia, khususnya di Hindia Belanda (Indonesia).
Dan memang benar VOC itu legal. Perusahaan ini mendapatkan hak istimewa dari Kerajaan Belanda, membuatnya bertindak selayaknya negara, yang bisa menaklukan, menjajah, hingga memeras sumber daya alam di berbagai daerah yang dilaluinya.
Sekali lagi, VOC itu legal. Tetapi legilitasnya itu kolonial. Penjajah yang menindas masyarakat lokal, serta memonopoli kekayaan sumber daya alamnya.
Kretek adalah produk budaya, bukan senjata penjajah
Berbeda dengan rokok, khusunya kretek. Kretek terlahir dari hasil kreativitas masyarakat Nusantara yang suka meramu rempah-rempah. Produk kretek itu khas dan hanya ada di Indonesia.
Kretek lahir dari tangan orang biasa bernama H. Djamhari, seorang warga Kudus yang ditujukan sebagai obat untuk mengobati penyakit asmanya: dengan mencampurkan tembakau dan cengkeh, lalu dibakar dan dihisap hingga muncul suara “kretek, kretek”.
Kemudian, kretek mulai masif diperjualbelikan setelah lahirnya Raja Kretek, Nitisemito. Di masa Nitisemito, kretek mulai jadi industri pabrikan.
Produk budaya bernama kretek tidak lahir dengan tujuan kolonial untuk menjajah suatu negeri dan menindas masyarakatnya serta sumber daya alamnya. Kretek justru lahir dari kreativitas, keringat petani, buruh linting, buruh pabrik, pedagang warung, pengusaha pabrik, dan konsumen yang membeli secara sadar.
Sedangkan VOC itu perusahaan dagang kolonial yang menghasilkan sistem tanam paksa, perampokan kekayaan masyarakat lokal, pembunuhan, dan peperangan atas nama bisnis.
Maka, takkala ada seseorang menyamakan kretek dengan VOC, sebetulnya ia sedang menyamakan warisan budaya dengan perusahaan penjajah asal Belanda. Fatal sekali.
Industri kretek membangun negeri, sementara VOC memonopoli
Tercatat ada 6 juta tenaga kerja di Industri Hasil Tembakau dari hulu sampai hilir. Belum termasuk orang-orang yang menjual rokok ketengan atau sektor lain yang ikut kecipratan pekerjaan karena Industri Hasil Tembakau.
Lalu dari segi penerimaan negara, ratusan triliun sudah Industri Hasil Tembakau sumbangkan kepada negara. Di tahun 2024, cukai hasil tembakau mencapai Rp216,9 triliun. Pada tahun 2023, cukai rokok menyumbang Rp213,5 triliun, sekitar 2,6 kali lebih besar dibandingkan dividen BUMN yang hanya sebesar Rp82,06 triliun.
Lalu, VOC, apakah pernah perusahaan itu menyumbangkan hasil tanam paksa dan monopolinya kepada masyarakat Hindia Belanda? Yang pasti, semua rempah-rempah, emas, kopi, bahkan manusia Nusantara justru diangkut ke Belanda. Praktis, VOC pernah menjadi perusahaan terkaya di dunia. Sementara masyarakat pada saat itu menjerit tak berdaya.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
- Soeharto: Bapak dari “Pencekik” Petani Cengkeh Bisa-bisanya Jadi Pahlawan Nasional - 10 November 2025
- Kopi Pangku hingga Asap Kretek di Pantura, Potret Perjuangan Hidup yang Tak Bisa Disikapi Pakai Urusan Moral Belaka - 10 November 2025
- Sisi Visioner Purbaya yang Tak Dimiliki Antirokok dan Menkeu Sebelumnya - 5 November 2025
Leave a Reply