Dalam kerja-kerja media, pemberitaan soal rokok adalah salah yang paling menarik dibahas. Bukan karena persoalan rokok ini memiliki banyak perdebatan yang tak kunjung usai, tapi berita-berita soal rokok menjadi salah satu bahasan yang cukup banyak mendatangkan pembaca. Karena itu apa pun permasalahannya, jika membawa kata rokok di dalam berita pasti akan lebih mengundang pembaca.
Pada berita-berita kriminal, misalnya. Ada saja upaya menyangkutpautkan rokok pada kasus-kasus pembunuhan atau pencurian. Mulai dari bahasan “menyundut korbannya dengan rokok”, “karena tak diberi rokok”, “istri disundut”, dan lain sebagainya. Upaya mendiskreditkan rokok pada persoalan kriminal menjadi sajian utama hampir di semua media.
Padahal, jika kita mau melihat lebih adil, persoalan kriminalitas terjadi bukan karena persoalan ada atau tidak adanya rokok. Seseorang menggunakan rokok untuk menyiksa orang memang ada, tapi kemudian bukan karena rokoknya persoalan ini menjadi hal kriminal. Persoalan kriminal terjadi karena kekerasan atau kejahatan yang dilakukan seseorang.
Rokok, pada kasus ini, hanyalah alat. Ia tak bisa dipersalahkan hanya karena ada korban yang tersiksa karena seseorang menyundutnya dengan bara rokok. Ingat, rokok hanyalah alat. Manusia-lah pelakunya.
Ini sama seperti jika kita melihat pisau. Apakah pisau adalah alat yang pasti berbahaya bagi kehidupan manusia? Tentu saja tidak. Di tangan seorang yang tepat, pisau bisa membuat kita semua bahagia dengan hadirnya makanan lezat. Tapi seandainya pisau digunakan oleh orang-orang tak bertanggungjawab, nyawa seorang manusia bisa hilang begitu saja.
Itulah inti permasalahan tentang kriminalitas. Yang membuat satu hal menjadi kriminal adalah karena adanya orang-orang yang menggunakan satu alat bukan untuk hal yang benar. Seperti pisau yang baiknya digunakan untuk membuat masakan enak, tapi bisa menjadi alat mematikan manakala digunakan untuk hal yang tidak baik.
Lagi pula rokok adalah satu barang konsumsi yang harusnya membawa kebahagiaan bagi seseorang. Rokok bukanlah barang konsumsi yang bisa mempengaruhi penggunanya untuk bertindak kriminal. Bukankah jelas nikotin dalam rokok menjadi salah satu barang konsumsi untuk merelaksasi tubuh. Bukan justru mendorong orang untuk berbuat kriminal.
Kalau pun memang ada orang-orang yang merokok, dan menjadi pelaku tindak kriminal, persoalannya ada di oknum tersebut. Biasanya orang-orang yang memiliki tindak-tanduk kriminal seperti itu memang sudah bermasalah sedari awal. Jadi, entah dia adalah perokok atau pun tidak, Ia tetap berpotensi menjadi seorang dengan perilaku kriminal.
Karena, seperti kata bang napi, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelaku. Tapi juga karena ada kesempatan. Lantas apa hubungannya kemudian tindak kriminal malah disangkut-pautkan rokok. Toh kekerasan dalam rumah tangga bisa tetap terjadi meski si suami tidak merokok. Dan perampokan atau pun pembunuhan juga banyak dilakukan oleh orang-orang yang tidak merokok.
Kalau memang rokok adalah penyebab tindak kriminal, sudah pasti tak bakal ada tetralogi roman pulau buru karya Pramoedya yang mendunia itu. Tak bakal ada juga diplomat hebat seperti Agus Salim atau Menteri luar biasa seperti Susi Pudjiastuti. Karena jika logika rokok penyebab tindakan kriminal adalah hal yang benar, sudah pasti mereka bakal menjadi pelaku tindak kriminal. Bukan malah menjadi orang hebat yang membawa harum nama bangsa.
- Melindungi Anak adalah Dalih Memberangus Sektor Kretek - 29 May 2024
- Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram? - 20 March 2024
- Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura - 23 February 2024