Search
pedagang rokok elektrik

Vape Lebih Aman Dari Rokok, Yakin?

Selebriti kini menjadi sosok penting dalam pemasaran sebuah produk. Kita tahu betul bahwa dalam strategi pemasaran dibutuhkan seseorang dengan popularitas demi menarik minat banyak orang. Terbukti sebuah produk bisa kemudian laku di pasaran karena dipromosikan oleh seseorang yang terkenal, contohnya artis. Namun citra sebuah produk juga berisiko rusak apabila artis yang mempromosikannya terganjal sebuah masalah. Strategi pemasaran seperti ini juga berlaku pada produk rokok elektrik atau yang lebih familiar disebut Vape.

Mengingat tren penggunannya baru tumbuh beberapa tahun belakangan di Indonesia, pemasaran produk ini kemudian terus digenjot. Padahal kita sama-sama tahu bahwa Indonesia adalah negeri dengan warisan budaya kretek. Kini vape tengah diatur regulasinya oleh pemerintah.

Secara pribadi, pada dasarnya saya tak mempermasalahkan rokok elektrik kemudian laku di pasaran dan dikonsumsi banyak orang. Toh, di era perdagangan bebas siapa pun berhak memilih untuk membeli barang yang dia inginkan. Asal dengan aturan bahwa barang tersebut adalah legal dan sudah memenuhi standar keamanan untuk digunakan.

Meski demikian, dalam prakteknya, strategi pemasaran sebuah produk kadang mengabaikan “toleransi” terhadap produk yang dibeli oleh lain. Contohnya yang dilakukan oleh Bayu Oktara, seorang selebriti serta penyiar radio yang merupakan konsumen vape. Dalam satu kesempatan dirinya menyebutkan bahwa rokok elektrik lebih baik dari pada rokok konvensional. Menurutnya, dalam konteks kesehatan, rokok jauh lebih berbahaya.

Baca Juga:  Bungkus Rokok Baru Dengan Cacat Logika yang Lama

Pernyataan Bayu Oktara ini kemudian menjadi berita di wartaekonomi.co.id yang tayang pada Kamis (16/1). Ada beberapa poin yang saya tangkap bahwa alasannya beralih dari rokok ke vape, yaitu karena faktor keamanan, vape juga dianggap lebih sehat diterima tubuh. Keluarga juga jadi salah satu alasan di mana istrinya lebih terganggu oleh asap rokok.

Menggunakan dalil-dalil tersebut sebenarnya sama saja memanipulasi persoalan produk rokok itu sendiri. Pada dasarnya tubuh kita memiliki antibodi tersendiri terhadap sesuatu. Bukan berarti merokok lantas seseorang kemudian tidak sehat. Toh, banyak di sana yang merokok dan masih tetap sehat-sehat saja. Saya juga tidak mau memungkiri bahwa ada faktor risiko dari setiap barang konsumsi, namun tidak adil jika kesehatan seseorang dinilai dari satu hal saja. Tapi, sekadar memberikan informasi, rokok dibuat tanpa ada rekayasa kimia, sedangkan Vape? Silakan ditinjau kembali.

Selanjutnya yaitu faktor keamanan. Kita sama-sama tahu bahwa banyak berita belakangan tentang bahaya Vape yang meledak. Faktor ini pula yang kemudian membuat banyak negara mencekal peredaran dan penggunaan Vape. Ada banyak korban, bahkan korban jiwa yang meninggal akibat ledakan. Karena faktor keamanan ini kemudian negara ingin membuat auran tentang standardisasi produk Vape.

Dengan demikian bisa kita ambil kesimpulan bahwa Vape sebenernya tidak aman-aman betul. Kalau faktor keamanan ini didengungkan terus menerus dengan mengabaikan faktor di atas, tentu ini adalah manipulasi dari sebuah fakta dari produk Vape itu sendiri.

Baca Juga:  Lagi, Razia Display Rokok Dilakukan Di Depok

Bayu Oktara juga menyebut masalah keluarga. Ini merupakan persoalan internal tiap pribadi, dan komunikasi adalah kuncinya. Jika komunikasi antar anggota keluarga tidak lancar dan harmonis, mau rokok atau vape ya sama-sama sulit untuk dikonsumsi. Toh, rokok konvensional atau elektrik sama-sama punya output asap/uap. Bahwa kemudian Bayu Oktara menyebut rokok elektrik lebih aman bagi keluarga ketimbang rokok konvensional, ya itu sih gak bisa berlaku umum.

Di sisi lain, banyak publik figur yang tetap asyik merokok tanpa mau dianggap sedang promosi sebuah produk. Mereka pun menikmati produk rokok tanpa memainkan narasi yang menghajar Vape. Lantas kenapa banyak sekali pengguna Vape, atau bahkan influencer yang kemudian berupaya mendiskreditkan rokok? Sebagai konsumen kita akhirnya tentu punya pilihan masing-masing sesuai selera. Kini saatnya konsumen lebih kritis lagi dan bijak melihat opini-opini tersebut.

Indi Hikami