Press ESC to close

Rokok Menyehatkan, Apa Mungkin?

Merujuk pada literatur sejarah, tembakau kerap digunakan untuk kebutuhan spiritual dan pengobatan. Kemudian ketika tembakau menjadi bahan baku rokok, muncul beragam kontroversi. Apakah rokok menyehatkan? Sementara, banyak kalangan yang menyebut rokok itu sumber segala penyakit mengerikan.

Sebelum tahun 1950, tidak ada penjelasan kuat yang menunjukkan bahwa merokok membawa dampak buruk bagi kesehatan. Bahkan beberapa perusahaan rokok asing memanfaatkan kewenangan dokter untuk mengiklankan rokok.

American Tobacco adalah perusahaan pertama yang menggunakan dokter dalam iklannya. Pada tahun 1930 itu, mereka menerbitkan iklan yang mengklaim “20.679 Dokter mengatakan jika Lucky Strikes tidak akan membuat Anda mengalami masalah tenggorokan.”

Sementara Philip Morris pada tahun 1937, mengambil satu langkah maju dengan mengeluarkan iklan “Saturday Evening Post—mengklaim dokter telah melakukan penelitian yang menunjukkan “ketika perokok beralih ke Philip Morris, setiap kasus iritasi hilang sepenuhnya dan pasti membaik.”

Namun, di balik itu semua yang tidak disebutkan mereka adalah bahwa Philip Morris telah mensponsori para dokter tersebut. Philip Morris terus mengiklankan “studi” yang disponsori selama tahun 1940-an. Perusahan rokok R.J. Reynolds Tobacco Company juga tak mau kalah memainkan pola iklan senada, menggunakan jurnal medis.

Pada tahun 1946, Reynolds meluncurkan kampanye iklan dengan slogan, “Lebih banyak dokter yang merokok Camels daripada rokok lainnya.” Pada tahun 1950-an pola iklan yang memanfaatkan figur dokter mulai bergeser.

Baca Juga:  Salah Kaprah JK Menyoal Industri Rokok

Puncaknya, pada tahun 1964, para dokter menentang rokok berdasar laporan US Surgeon General. Intinya, tidak ada itu rokok menyehatkan. Semua produk berbahan baku tembakau memberi dampak buruk bagi kesehatan paru-paru dan penyakit lainnya.

Kurun dua dasawarsa terakhir, kampanye kesehatan yang mendiskreditkan rokok terus berlangsung. Bahkan antirokok memasukkan persoalan stunting dan gizi buruk disebabkan oleh rokok dan habit perokok. Rokok dikait-kaitkan dengan semua persoalan kesehatan serta kemiskinan.

Di tengah kampanye kesehatan yang dimainkan antirokok demikian masif. Ada beberapa produsen rokok yang mengklaim produknya sebagai produk yang menyebabkan kesehatan. Klaim ini tentu sangat bertentangan dengan kampanye kesehatan yang dimainkan antirokok.

Tidak sedikit konsumen rokok yang tergiur mengonsumsi rokok-rokok yang kerap memanfaatkan frasa herbal dan frasa sehat itu untuk mendapatkan manfaat dari kandungan tembakau serta rempah di dalamnya.

Iya sebagaimana kita tahu, pada awalnya penggunaan tembakau dicampur dengan cengkeh menjadi penyembuh asma yang dialami Haji Djamhari. Narasi itulah yang kemudian membuat masyarakat memiliki landasan bahwa rokok yang dikonsumsinya itu mampu menyehatkan. Sehingga mengabaikan bahwa rokok pun memiliki faktor risiko.

Baca Juga:  Menyoal Permasalahan Kesehatan dan Rokok Pada Pilpres 2019

Produk konsumsi apapun sejatinya memilki risiko bagi kesehatan, apalagi tanpa diimbangi pola hidup yang seimbang. Makanan pokok kita yang sehari-hari berupa nasi, itu juga memiliki risiko pemicu munculnya persoalan kesehatan. Gula yang biasa digunakan sebagai pemanis makanan atau minuman, siapa bilang tak memiliki risiko bagi kesehatan.

Artinya, jika kita masih mempertanyakan apakah ada rokok yang menyehatkan? Secekak pengetahuan saya, rokok adalah sarana rekreatif. Kandungan nikotin pada tembakau memberi efek relaksasi, sungguh ini memang dibutuhkan oleh tubuh kita yang terus aktif dan tegang.

Jika dengan merokok hati kita menjadi gembira, iya tentu saja hati yang gembira adalah obat. Untuk mendapatkan hati yang gembira tentu saja tidak melulu didapat dari rokok, lewat berkesenian ataupun berolahraga juga sama ampuhnya.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah