Press ESC to close

Kenapa Pemerintah Tidak Melarang Rokok?

Pemerintah belum berani melarang rokok karena cukai rokok sangat gurih untuk negara. Tapi, kebijakannya suka bikin perokok menjerit.

Kalau kita jernih mengamati, banyak sekali peraturan yang menekan Industri Hasil Tembakau. Dari mulai aturan iklan rokok, Kawasan Tanpa Rokok, peringatan kesehatan, larangan jual rokok bagi anak di bawah umur, kenaikan cukai yang dilakukan setiap tahunnya, dan lain sebagainya. 

Semua itu memiliki dalih untuk mengendalikan tembakau. Tapi dalam ranah pengendalian tembakau harusnya juga ikut mengikutesertakan variabel-variabel yang ada di Industri Hasil Tembakau, misalkan buruh, petani, pengusaha, pedagang, hingga perokok. Sayangnya hal itu tidak dilakukan secara serius. Sebab seringkali aturan-aturan yang dikeluarkan justru mengesampingkan berbagai lini yang ada di dalamnya. Bahkan cenderung mengabaikan. 

Saya kasih beberapa contoh saja. Pertama, soal Kawasan Tanpa Rokok. KTR dibuat untuk menengahi antara perokok dan non-perokok. Agar kedepannya yang bukan perokok tidak terganggu dengan yang merokok. Begitu sebaliknya, yang merokok bisa lebih bebas. Tapi fakta di lapangan, KTR justru selalu mengabaikan hak-hak para perokok. KTR yang seharusnya memiliki ruang khusus merokok malah justru diabaikan. 

Ruang merokok justru selalu tidak serius dalam penerapan KTR. Misalkan banyak tempat yang menerapkan KTR tapi tidak memiliki ruang merokok. Kalau pun memiliki cenderung tidak layak. Padahal ruang merokok yang layak mampu membuat KTR berjalan dengan efektif. Kalau ruang merokok saja tidak layak, ya jangan salahkan para perokok kalau banyak yang melanggarnya. Contoh konkretnya di Malioboro yang menjadi Kawasan Tanpa Rokok justru masih banyak yang merokok sembarangan. 

Baca Juga:  Kebijakan Pemerintah yang Tidak Bijak

Banyak Peraturan Tidak Efektif dari Pemerintah untuk Rokok

Itu baru satu bukti bagaimana elemen Industri Hasil Tembakau selalu dianak-tirikan. Bukti lainnya misalkan saja pada perokok di bawah. Di Indonesia batas usia merokok 18+. Oh ya catatan juga itu baru saat ini, kalau PP Nomor 28 Tahun 2024 sudah diterapkan (karena sudah disahkan) maka batas usia merokok menjadi 21 tahun. 

Batasan umur sudah jelas. Tapi kenapa malah masih banyak aturan-aturan yang dibuat dengan dalih untuk mengurangi perokok di bawah. Misalkan saja mengenai larangan iklan, atau yang paling mutakhir adalah standarisasi kemasan rokok wajib polos. Aturan itu dibuat untuk mengurangi perokok di bawah umur. Padahal Komunitas Kretek dan pihak lainnya sudah memberikan usulan bahwa kalau mau menerapkan menekan perokok di bawah umur maka penggunaan KTP bisa menjadi opsi konkretnya. Bukan malah mengatur standarisasi kemasan rokok!!

Masih banyak lagi sebenarnya aturan yang menekan Industri Hasil Tembakau yang memiliki dalih pengendalian. Padahal kalau dipikir-pikir, bukan pengendalian yang ingin dilakukan, melainkan PENGHANCURAN. Kalau sudah begitu, kenapa tidak sekalian aja menutup pabrik rokok. Ilegalkan semua jenis rokok. Dengan begitu tidak akan repot-repot lagi bikin aturan-aturan aneh. 

Baca Juga:  Cukai Rokok Memberi Pertumbuhan Positif di Masa Pandemi

Apakah berani? Sepertinya tidak!! Karena kan rokok menyumbang pendapatan negara, membantu lapangan pekerjaan, menjaid budaya bagi masyarakat Indonesia. Kalau sampai rokok dilarang rakyat bisa ngamuk. 

Jadi teruntuk pemerintah Indonesia, kalian terus melakukan menghancurkan kepadaIndustri Hasil Tembakau tapi sekaligus berharap sektor ini terus menyumbang pendapatan untuk negara. Mampus kau dikoyak-koyak kemunafikan!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *