Press ESC to close

Apa yang Salah dengan Pasangan yang Merokok?

Tidak ada yang keliru apabila kamu memiliki pasangan yang merokok. Asal bertanggung jawab.

Di media sosial lazim ditemukan konten-konten mengenai kriteria mencari pasangan. Salah satu hal yang terus terang bikin saya geleng-geleng kepala, ada kriteria mencari pasangan bukan perokok. Biasanya hal ini ditujukan kepada pria. Bukan gimana-gimana tapi harus diakui bahwa sebagian perempuan memang cenderung tidak menyukai laki-laki perokok. 

Saya geleng-geleng kepala kenapa ada kriteria semacam itu. Tolak ukur bibit-bobot-bebet tidak lagi penting. Tapi malah yang disorot adalah perokok atau bukan perokok. Seolah merokok ada kaitannya dengan moral seseorang. Seolah laki-laki yang merokok jauh dari figur pasangan yang ideal atau seorang bapak yang bertanggungjawab. 

Tanggung Jawab Pasangan yang Merokok

Kalau saya coba berada di pihak orang-orang seperti itu, bisa jadi orang yang memilih pasangan bukan perokok pernah mengalami trauma. Mungkin saja dulu dirinya menemukan sosok laki-laki perokok yang menjengkelkan sehingga ia akhirnya menggeneralisasi semua laki-laki yang merokok tidak layak untuk dijadikan pasangan. 

Padahal kalau dipikir-pikir apa yang salah dari seorang pasangan yang merokok. Toh sudah menjadi rahasia umum bahwa kunci hubungan itu terletak pada tanggungjawab, kompromi, dan komitmen. Perokok atau bukan perokok sudah semestinya tidak dijadikan tolak ukur dalam memilih pasangan. Kecuali kalau kalian akan tinggal di pom bensin lebih baik memilih laki-laki yang bukan perokok. 

Baca Juga:  Rokok Ilegal Dihabisi, Rokok Legal Tak Terbeli

Kalau ketakutan memilih pasangan adalah karena mereka enggan bertanggung jawab itu juga keliru. Saya banyak menemukan seorang yang sudah memiliki keluarga dan ia merokok tapi masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Merokok hanya dijadikan selingan dan hiburan saja. Tidak lebih dari itu. 

“Aku sensitif kena asap rokok. Nanti kalau punya anak juga gimana. Kan bayi ngga boleh kena asap rokok,” Iya saya paham hal itu. Soal ini kan nanti bisa dikompromikan. Misalnya, hanya boleh merokok di ruang-ruang tertentu saja. Yang boleh di ruang ini yang tidak boleh di ruang ini. Para perokok sudah semestinya paham hal ini. Sebagai perokok kita harus menjadi perokok santun yakni dengan tidak merokok di dekat ibu hamil dan anak-anak yang masih kecil. 

Sehingga tolak ukur laki-laki perokok seharusnya tidak dimasukan dalam kriteria memilih pasangan. Kalau dimasukan kok seolah-olah merokok itu aktivitas kriminal. Seolah-olah laki-laki yang merokok itu harus di-blacklist dari suatu menjalin hubungan. Kayak punya dendam tersendiri kepada laki-laki perokok. 

Baca Juga:  Rokok Elektrik, Bukan Pilihan Tepat Sehabis Makan

Petuah Mbah Tedjo kepada Anti Rokok

Dari sini saya malah jadi teringat omongan Mbah Tedjo yang mengatakan, “Ngga ngerokok tapi dendaman ya sama aja hatinya hancur”. Ungkapan itu saya pikir sindiran bagi mereka-mereka yang membenci dan memiliki dendam tersendiri terhadap rokok. 

Sudahlah rokok itu benda mati. Tidak bisa disalahkan. Sama seperti pisau. Pisau di tangan koki bisa digunakan untuk membuat masakan enak. Tapi di tangan orang jahat, pisau bisa digunakan untuk membunuh. Rokok juga sama demikian. Ya masak untuk hal-hal sepele seperti ini kita tidak paham. 

Jadi semua itu tergantung pada orangnya. Toh suka atau tidak suka, rokok masih menjadi barang yang legal. Siapa pun selama itu usianya sudah 21+ boleh untuk menghisap rokok. Yang harus dipermasalahkan itu bukan merokok atau tidak, melainkan tanggungjawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *