Press ESC to close

Ketika Masyarakat Temanggung Lebih Suka Bawa Tembakau daripada Rokok Pabrikan

Ekspansi anak muda di Temanggung lebih menyukai membawa tembakau sendiri untuk tingwe daripada rokok pabrikan.

Kira-kira 5-10 tahun yang lalu, melinting kerap kali diidentikkan dengan orang-orang yang sudah lanjut usia, mbah-mbah misalnya. Anak muda yang ketahuan melinting langsung di-judge mirip dengan orang tua. Hal itu terjadi karena harga rokok masih relatif murah. 2014 misalnya, harga rokok Djarum Super isi 12 batang masih di kisaran harga Rp.12.000 berbeda saat ini yang harganya sekitar Rp25.000.

Harga rokok tiap tahunnya memang selalu naik. Rata-rata kenaikan cukai rokok di era Jokowi setiap tahunnya mencapai 10% bahkan lebih. Sehingga sekarang harga rokok sudah tidak masuk akal.

Dari faktor itu para perokok memutar otak untuk tetap bisa merokok. Jangan dipikir harga rokok naik membuat prevalensi perokok turun. Mereka berganti ke pilihan lain seperti rokok ilegal, rokok murah, dan juga tingwe.

Mengenai tingwe, harus diakui fenomena ini kini telah menjamur di berbagai daerah dan juga kalangan. Sebagai orang yang sudah 5 tahun merantau di Jogja, banyak saya temukan orang-orang merokok tingwe. Itu baru di Jogja apalagi di Temanggung yang dikenal sebagai “Negeri Tembakau”.

Baca Juga:  Sanksi Pidana Dalam Peraturan Daerah Tentang KTR, Bolehkah?

Temanggung, Negeri Tembakau

Di Temanggung sendiri, saya menemukan nyaris semua orang yang merokok baik anak muda maupun orang tua memilih tingwe. Di tongkrongan yang pertama kali ditanya apakah bawa rokok atau tidak. Melainkan apakah bawa tembakau lintingan atau tidak.  Bahkan rokok-rokok pabrikan sudah jarang mereka pilih. Mereka lebih suka melinting dewe.

Sepanjang saya tahu, biasanya orang-orang Temanggung melinting tembakau yang berasal dari lereng Sumbing dan Sindoro. Lahan yang ada di sana bisa menghasilkan kualitas tembakau yang enak untuk dilinting. Maaf tidak seperti di daerah persawahan yang tembakaunya masih kalah enak dengan tembakau lereng Sumbing dan Sindoro.  

Petani di sana pun kini juga memiliki kesibukan baru dengan membuat lembutan. Lembutan adalah istilah bagi tembakau yang tidak disetorkan di pabrik-pabrik. Mereka menjualnya sendiri, meminta orang lain untuk memborongnya, atau dititipkan ke warung-warung penjual tembakau.

Semua fenomena itu tumbuh organik di Temanggung, harga rokok yang terus dinaikan tidak lantas membuat masyarakat Temanggung tidak menanam tembakau atau berhenti merokok. Mereka tetap memiliki cara-cara lain untuk bertahan dengan tembakau. Karena tembakau bagi masyarakat Temanggung sudah mendarah daging. Sudah menjadi harga diri. 

Baca Juga:  Efektifkah Pengawasan Bea Cukai Terhadap Peredaran Rokok Tanpa Cukai?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *