Search

Hukum Rokok Dalam Islam

Sebagai agama mayoritas di Indonesia, Islam memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi segala aspek kehidupan pemeluknya. Ajaran maupun hukum agama menjadi rujukan bagi segala aktivitas umatnya, termasuk soal merokok. Nah, hukum rokok dalam Islam punya penafsiran yang cukup beragam di Indonesia.

Ada tiga macam hukum merokok dalam Islam yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat mafsadat dan maslahatnya yaitu: Pertama, hukum merokok itu mubah atau boleh karena rokok tidak memabukkan dan tidak membuat hilang akal. Kedua, hukum merokok itu makruh karena rokok membawa mudarat yang tidak signifikan. Ketiga, hukum merokok menjadi haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa mudarat seperti seperti kanker, paru-paru, jantung dll.

Rokok bisa jadi wajib apabila ia sangat diperlukan sebagai penunjang kinerja. Ada sebagian orang yang inspirasi dan nalarnya didapatnya dengan merokok, contohnya Pramoedya Ananta toer, maka hukum rokok itu menjadi wajib infirod atau wajib bagi individunya.

Abd. M. Ghanni an-Nabilisi, seorang murobbi bermadzhab hanafiah, punya risalah yang dinamainya “Ash-Shullh bainal ikhwan fii hukmi ibahah syarb Ad-Dukhon” (mendamaikan para kawan, kitab tentang bolehnya merokok).

Baca Juga:  Harga Rokok Djarum Super Naik, Berapa Harga Ecerannya?

Al-Babali mengatakan bahwa rokok hukumnya halal karena sebab keharamannya bukan dari unsur rokok itu sendiri melainkan karena perbuatan israf (berlebihan).

Pada dasarnya hukum awal semua benda itu suci, namun unsur yang menyertainyalah yang membuat benda atau makanan yang kita konsumsi menjadi haram. Misalnya, makan indomie secara berlebihan juga akan menjadi haram karena berlebihan atau israf adalah perbuatan yang tidak disukai Allah. Rokok menjadi haram apabila sang konsumen mendatangkan mafsadat dengan mengabaikan hak istri atau suami dan anak menurut syara’.

K.H Arwani Faishal, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU, menerangkan dalam sebuah artikel bahwa adanya hukum-hukum yang dibuat berlaku secara personal karena kebermanfaatan rokok yang dipermasalahkan bersifat subjektif. Persepsi soal kebutuhan rokok tergantung dengan penikmatnya. Akibat presepsi mafsadat dan maslahat inilah menjadi penyebab munculnya pendapat tentang rokok dengan beragam argumentasi.

Nahdlatul Ulama sendiri mengambil sikap yang lentur untuk merespon beragam hukum tentang rokok. NU mengambil jalan tengah yaitu menghukumi rokok sebagai makruh. Hal ini karena rokok dan masyarakat telah lekat sebagai budaya dan warisan turun temurun yang perlu dilestarikan.

Baca Juga:  Merek Rokok Ilegal Paling Terkenal di Indonesia

Bahkan NU berpendapat bahwa dengan adanya larangan merokok bisa mengakibatkan kemunduran atas kemandirian ekonomi dan pangan, akibatnya bisa berpotensi melunturkan kedaulatan ekonomi masyarakat.