Perokok adalah konsumen yang kerap menanggung berbagai cela. Terlebih dari sudut pandang kesehatan. Rokok kerap dicap buruk, berpenyakit, sumber polusi dan segambreng hal negatif lain. Biasanya, narasi tentang produk legal ini sering disertai kalimat “merokok dapat menyebabkan”.
Ya. Perkara produk konsumsi apapun namanya, niscaya ‘dapat’ dibingkai sebagai penyebab atau pencetus. Tapi, di ragam pemberitaan, produk tembakau selalu saja dibingkai buruk. Dan terus saja buruk. Lebih gila lagi, sampai dicap produk pembunuh.
Mungkin tak asing lagi bagi kita, melihat ataupun mendapat framing buruk tentang kebiasaan merokok. Ini satu lagi, ada disebutkan bahwa rokok dapat menyebabkan bibir jadi kelihatan hitam. Waduh.
Dengan beragam narasi kesehatan, kebiasaan merokok oleh narasi tersebut seakan mengarahkan konsumen untuk berhenti dan beralih. Padahal, kalau bicara soal bibir hitam ya kasuistik sih itu. Bisa disebabkan faktor genetik, ataupula faktor konsumsi lain.
Terpenting dari itu, semua soal pola hidup sih. Bila pola hidup seimbang yang diterapkan, makan-minum teratur, istrahat teratur, olahraga tak ketinggalan. Ya namanya ikhtiar positif, niscaya mewaraskan.
Toh kalau kita lihat kehidupan beberapa pesohor yang perokok, sebut saja Deddy Corbuzier, BCL, Ariel Noah, Andhika Pratama, Gita Gutawa, dan sederet nama lainnya. Bibir mereka tetap enak dipandang. Kembali lagi, intinya soal pola hidup.
Persoalan enak dipandang ini, jelas sesuatu yang subyektif. Lalu obyektifnya di mana? Ya di pola hidup mereka yang terus merawat diri. Bukan melulu soal rokok, yang kemudian dikaitkan dengan hal-hal yang tak enak dipandang.
Sebagian besar masyarakat memang tak lekas sepenuhnya percaya dengan beragam narasi yang ada. Bahwa produk yang dicap buruk orang lain belum berarti buruk juga buat diri sendiri. Masih banyak variabel lain yang dapat dijadikan pembanding.
Selain beberapa nama pesohor tadi, ada juga beberapa pejabat maupun mantan pejabat yang merokok. Penampakan bibir mereka oke oke aja tuh. Justru yang terpenting dari mereka, setidaknya bagi saya, ya soal isi perkataannya.
Lagipun, bibir kan hanya bagian dari mulut saja. Selagi mulut masih berfungsi optimal, iya itu prinsip mendasar. Iya memang sih bibir maupun gusi bagian penting juga, selain soal citra kecantikan.
Namun, sekali lagi betapa naif sekali, jika semua-mua hal terkait rokok lantas diamini bikin buruk organ mulut. Apa yang saya paparkan di sini tak berarti rokok tidak memiliki faktor risiko. Memangnya ada produk konsumsi yang tak memiliki risiko?
Haiya, sebagai penutup, kita sebagai manusia dewasa tentu punya kesadaran dalam merawat diri. Menjaga kebersihan organ mulut dan organ tubuh lainnya, sikap hidup teratur dalam merawat diri itulah yang penting untuk kita jaga. Sebats mah tinggal sebats saja, tak perlu dibawa repot oleh stigma buruk tentang rokok. Toh kita tahu batas, sadar waktu dan tempat.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024