
Ada bagian menarik dari masuknya bangsa-bangsa luar ke Nusantara dalam misi mencari rempah-rempah. Yakni perihal bahan dapur untuk kuliner Nusantara sekaligus cara mengolahnya di masa itu, sebagai bagian dari kekayaan gastronomi Indonesia yang lestari hingga sekarang.
Robert A. Donkin dalam Between East and West: The Moluccas and The Traffic in Spices up to the Arrival of Europeans menyebut, rempah-rempah dari Nusantara sudah menjadi komoditas niaga internasional sejak sebelum Masehi.
Jalur perdagangannya meliputi Malabar (India), Roma, Venesia, hingga ke Teluk Persia melalui pedagang-pedagang Arab.
Lalu dalam kronik Tiongkok tercatat, Tiongkok mulai ikut ambil bagian ketika memasuki abad ke-13 Masehi. Sebelum akhirnya bangsa-bangsa Eropa tertarik untuk mengeksploitasi langsung ke sumber rempah-rempah tersebut: Nusantara.
Bahan makanan dari India untuk kuliner Nusantara
Sejarawan Fadly Rahman lewat Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia mencoba menyuguhkan serpihan lain yang menarik dari perdagangan rempah-rempah tersebut.
Terlibatnya India dalam niaga rempah-rempah ternyata turut memperkenalkan beberapa bahan dapur yang kini akrab dengan kuliner Nusantara. Antara lain, bawang/bakung (Crinum aciaticum), ketumbar (Coriandrum sativum), jintan (Cuminum Cymininum), dan Jahe (Zingiber officinale).
Bahan-bahan ini lah yang kelak menjadi bagian dari masakan kari, khususnya di wilayah Sumatera.
Tiongkok dalam kuliner Nusantara: pengaruhi pembuatan minuman fermentasi
Tiongkok juga mengambil bagian dalam mempengaruhi kuliner Nusantara di masa-masa tersebut. Orang Tionghoa masuk ke Nusantara membawa bahan makanan baru seperti dasun/bawang putih (Allium sativun) hingga kedelai (Glycine soja).
Pengaruh Tiongkok dalam kuliner Nusantara yang paling kentara adalah pembuatan minuman-minuman fermentasi. Antara lain minuman fermentasi dari sadapan pohon palma, sari tebu, hingga pembuatan gula aren.
Seiring waktu, pengaruh Tiongkok atas kuliner Nusantara bahkan semakin banyak. Sebut saja teknik menggoreng cepet dengan wajan, olahan mie, hingga olahan babi.
Tahu pun disebut merupakan jenis makanan yang dipengaruhi oleh Tiongkok, seperti termuat dalam Prasasti Watukara dari Jawa Timur (824 C/902 M). Banyak arkeolog dan sejarawan menyebut, tahu berasal dari bahasa Hokkian: tau-hu.
Tumpang tindih tuak
Tuak adalah salah satu jenis minuman fermentasi yang konon terpengaruh dari Tiongkok. Hanya saja, Fadly menyebut argumennya masih tumpang tindih.
Sebab, jika menilik dari tahunnya, tuak ternyata sudah ada lebih dulu sebelum masuknya pengaruh Tiongkok dalam khazanah kuliner Nusantara. Kendati sejak berabad-abad sebelum itu, orang Tiongkok sudah mengenal cara pembuatan minuman fermentasi.
Pasalnya, melalui penelitian bertajuk Inventarisasi Makanan dan Minuman dalam Sumber-Sumber Arkeologi Tertulis, Timbul Haryono menemukan sejumlah catatan dari teks Jawa Kuno yang mengindikasi bahwa orang Jawa (misalnya) sudah mengenal pembuatan tuak—sebagai minuman fermentasi—sebelum masifnya pengaruh Tiongkok. Misalnya dalam Prasasti Taji.
Begitu juga yang tertulis di Serat Nagara Kartagama (1365), yang menyebut tuak sebagai salah satu hidangan pesta di Kerajaan Majapahit.
Lantas, apakah tuak murni olahan orang Jawa atau ada pengaruh dari orang Tionghoa? Kembali merujuk pendapat Fadly di atas: masih tumpang tindih.
Penulis: Aly Reza
Editor: Komunitas Kretek
BACA JUGA: Selain Cengkeh, Ini Daftar Campuran Rempah-Rempah yang Bikin Tingwe Makin Nikmat
Leave a Reply