Press ESC to close

Rokok Berbahaya Bagi Antirokok

Rokok berbahaya bagi kesehatan. Rokok berbahaya bagi keuangan. Rokok berbahaya bagi anak. Rokok berbahaya. Rokok berbahaya. Rokok berbahaya.

Begitulah pesan yang terus-menerus diserukan oleh antirokok. Rokok, sebesar apa pun manfaatnya di sisi lain, akan selalu dianggap barang berbahaya, haram, kotor, dan berbagai stigma negatif lainnya. Ya, dari namanya saja sudah antirokok; anti kepada rokok.

Mereka (baca: antirokok) akan cenderung menutup mata ketika melihat manfaat rokok. Beda hal jika mereka menemukan kabar negatif soal rokok, mereka justru membuka lebar mulutnya. Bahkan, terkadang kabar negatif tersebut mereka buat sendiri agar mulutnya bisa segera terbuka.

Sebentar, memangnya ada ya manfaat rokok?

Nah, ini dia. Ada beberapa hal yang bisa kita sebut manfaat dari produk tembakau olahan ini. Mulai dari sumber penghidupan petani tembakau dan jutaan buruh linting, hingga jadi sumber pendapatan negara. Rokok juga punya kontribusi bagi kehidupan banyak orang, barangkali juga termasuk antirokok.

Tahun 2018 lalu Presiden Jokowi meneken Perpres yang mengalokasikan ‘duit rokok’ untuk misi penyelamatan BPJS Kesehatan. Siapa saja pengguna BPJS Kesehatan? Ya banyak. Gak cuma perokok. Ini pun jadi manfaat lainnya.

Baca Juga:  Simplifikasi Cukai Rokok Memicu Kebangkrutan Masal Industri Kecil

Kembali lagi soal antirokok. Namanya saja sudah anti, ya pasti akan selalu benci. Padahal kalau memang tidak suka rokok ya jangan merokok. Tak perlu harus jadi anti-antian.

Beberapa waktu lalu sekelompok antirokok yang mengatasnamakan perlindungan anak (ini varian lain dari antirokok yang mengatasnamakan kesehatan masyarakat) menyerukan agar harga rokok dinaikkan. Alasannya apa? Karena rokok berbahaya bagi anak.

Iya. Polusi udara, gula, pornografi, ujaran kebencian, mungkin bukan hal yang berbahaya bagi anak. Entahlah, yang pasti mereka tidak menyuarakan soal itu.

Mereka menilai negara gagal mengendalikan prevalensi perokok anak. Ada dua alasannya, iklan rokok merajalela dan harga rokok yang murah. Dari asumsi itu lahirlah seruan untuk menaikkan harga rokok.

Menyalahkan iklan dan harga rokok adalah upaya orang tua lari dari tanggung jawab. Bagaimanapun orang tua yang punya otoritas penuh pada anak. Edukasi dan pengawasan harusnya jadi instrumen utama dalam pengendalian prevalensi perokok anak. Lha, kok malah minta kenaikan harga rokok.

Kita sudah punya regulasi batasan usia konsumen rokok yakni minimal 18 tahun. Kita juga sudah punya regulasi tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang melarang promosi rokok di berbagai kategori kawasan, terutama yang menjadi pusat aktivitas anak. Kita sudah punya regulasi yang mengatur ketat soal penayangan iklan rokok di televisi.

Baca Juga:  Pengendalian Tembakau Bisa Mengendalikan Pandemi?

Semua regulasi itu sudah lebih dari cukup untuk menjaga jarak anak dengan rokok. Tinggal bagaimana melaksanakannya. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah dengan tidak merokok depan anak, juga tidak menyuruh anak untuk membelikan rokok di warung. Atau kalau perlu buat batasan usia di warung, misalnya dengan menunjukan KTP, dsb.

Itu beberapa hal yang perlu dilakukan. Bukan ujug-ujug minta naikkan harga rokok. Tapi, ya, kembali lagi, namanya juga anti, pasti akan selalu benci. Ada persoalan ekonomi dan politik di belakangnya.

Jadi, sebenarnya rokok berbahaya bagi antirokok. Antirokok yang kemudian menciptakan dan mengampanyekan bahaya-bahaya lainnya.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd