Sebagian besar masyarakat yang memahami isu dan politik dagang produk tembakau alternatif tentu sudah tahu adanya pemain besar Philip Morris. Perusahaan yang dikenal sebagai produsen rokok Marlboro ini memiliki kepentingan bisnis dalam upaya memonopoli pasar ‘emas hijau’ di seluruh dunia.
Manuvernya dapat kita tengarai dari berbagai upaya akuisisi sejumlah produsen di sektor tembakau. Seperti yang terjadi di India salah satunya, Philip Morris Internasional berhasil menjadi salah satu perusahaan rokok terbesar di sana.
Hal ini terjadi setelah India mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang menjadi lonceng kematian untuk industri rokok lokal di India. Seturut itu, di Indonesia, negeri yang memiliki keragaman budaya dan produk khas bernama kretek. Kemudian, pada Mei 2005, PM Internasional sukses mengakuisisi saham Sampoerna, salah satu produsen rokok legendaris di Indonesia.
Dalam kebijakan perusahaannya, melalui Sampoerna, Philip Morris (PM) juga turut mendukung aturan yang ketat terhadap rokok. Apalagi jika itu berkaitan dengan iklan, juga standarisasi Tar dan Nikotin. Sebagaimana kita tahu, kretek khas Indonesia adalah produk yang mengandung Nikotin dan Tar yang lebih tinggi dari rokok putih.
Karena hal itulah kretek Indonesia memiliki cita rasa yang berbeda dari rokok putih. Pada perkara inilah, kebijakan kemudian hendak dibangun agar standar nikotin dan tar pada rokok menjadi semakin kecil, hingga produk-produk mereka bisa ikut bersaing di negeri ini. Genre rokok LTLN (Low Tar Low Nicotine) kemudian masif di pasaran, produk ‘mild’ inilah pada akhirnya menjadi market leader di Indonesia.
Pula ketika dunia kesehatan ikut berkompetisi melalui produk alternatif. Philip Morris, juga Sampoerna, ikut berdagang produk tersebut. Entah jaga-jaga saja atau memang ini adalah skema yang dipersiapkan, produsen rokok putihan itu telah menyiapkan produk alternatifnya sendiri dan mencoba menguasai produk alternatif Juul. Bahwa Juul kemudian potensial diakuisisi sangatlah mungkin, mengingat politik akuisi ini tentu akan sangat menguntungkan PM.
Perlu diingat pula, segala kampanye buruk terhadap tembakau sejatinya juga mempengaruhi bisnis mereka. Karena itulah, agar bisnis tetap berjalan baik, mereka harus bisa meminimalisir pesaing bisnis yang merepotkan, seperti halnya Juul ini. Dan ketika nantinya aturan rokok menjadi semakin ketat dan mengesalkan, PM telah siap dengan produk alternatif tembakau andalannya.
Tidak cukup sampai di situ, akhir-akhir ini Philip Morris Internasional mengakuisisi juga salah satu produsen tembakau alternatif, yakni Swedish Match. Upaya akuisisi ini sebagai bagian dari percepatan dan ekspansi bisnis produk alternatif tembakau bebas asap rokok.
Perlu diketahui, Swedish Match ini dikenal sebagai perusahaan tua berumur 107 tahun, layaknya PT HM Sampoerna di Indonesia. Produk unggulannya berupa kantong tembakau bebas asap yang ditempatkan di antara bibir dan gusi. Dikenal dengan merek dagang Zyn.
Produk tembakau alternatif bergaya khas Swedia yang dikenal sebagai General Snus ini sudah dikenal sebagai produk olahan tembakau khas masyarakat Skandinavia. Dari sisi politik akuisisi ini dapat kita baca pola yang sama terhadap akuisisi saham Sampoerna yang ada di Indonesia.
Belakangan pula, ketika aturan pengendalian semakin ketat melalui regulasi cukai. Produsen rokok putihan Marlboro ini bermain cukup tricky memanfaatkan layer cukai KLM pada salah satu produknya yang menawarkan citarasa klembak menyan. Termasuk Marlboro Crafted yang menyasar pasar rokok murah. Artinya, secara bisnis, mereka memang sudah menargetkan untuk mengokupasi pasar penikmat kretek di Indonesia.
Tahun lalu pula, induk HMSP ini juga berhasil mendapat karpet merah dari pemerintah. Dengan meluncurkan satu produk unggulan mereka bermerek Iqos, produk terbaru ini diresmikan dan disambut baik oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto. Pabrik yang fokus pada tembakau alternatif ini dibangun di Karawang, pemerintah menilai ini bagian dari keberhasilan mencipta iklim investasi yang baik.
Perluasan investasi Sampoerna dengan membangun pabrik Iqos digadang-gadang pemerintah sejurus dengan jargon produk yang lebih aman dari rokok, disebut-sebut 95% lebih aman dari rokok konvensional.
Dalam konteks ini, pemerintah justru memberi peluang untuk produsen rokok putih semakin ekspansif memperluas politik dagangnya di negeri yang memiliki sektor strategis kretek yang nasibnya kian tersisih oleh berbagai desakan regulasi.
Kerap kali dalam upaya penguasaan pasar bisnis tembakau ini, mereka memainkan isu kesehatan sebagai cara menjatuhkan para pesaingnya. Pada 2021 lalu, ekspansi mereka ke sektor farmasi dan kesehatan semakin mempertegas skema penguasaan pasar, dengan akuisisi salah satu produsen obat asma, Vectura Group.
Membaca berita-berita soal akuisisi perusahaan-perusahaan raksasa berbasis tembakau dan farmasi, ini semakin memperkuat lagi, bahwa segala kampanye buruk soal tembakau hanyalah akal-akalan bisnis semata. Dibalik segala dalih kesehatan dan masa depan yang digaungkan, terdapat juga upaya untuk menguasai bisnis ini. Memang demi masa depan juga sih, tapi masa depan bisnis kelompok mereka.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024
Leave a Reply