
Gus Dur dan rokok adalah dua hal yang berbanding terbalik. Namun, ternyata ada kesamaan, khususnya terkait Industri Hasil Tembakau
Gus Dur memang bukan perokok. Tapi dia menjadi presiden yang selalu membela Industri Hasil Tembakau. Misal dia pernah menjadi pembela saat petani cengkeh menderita karena ulah Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) di masa orde baru.
Sekilas cerita BPPC memonopoli harga cengkeh yang membuat para petani cengkeh terpukul. Bahkan ada yang sampai menebang pohon cengkeh karena harga cengkeh di era BPPC tidak manusiawi. Nah di era Gus Dur kesejahteraan petani cengkeh dikembalikan. Tak ayal beliau dijuluki sebagai “Pahlawan Cengkeh”. Petani cengkeh, Industri Hasil Tembakau berhutang banyak pada Gus Dur.
Bukan hanya menjadi pembela IHT, namun Gus Dur memiliki banyak cerita mengenai dirinya dan rokok. Berikut kumpulan cerita soal Gus Dur dan rokok.
Arti No Smoking bagi Gus Dur
Kisah pertama adalah cerita dari Gus Dur yang menceritakan para kiai yang merokok di area no smoking.
Pada suatu ketika para kiai NU berembug di salah satu hotel mewah di Jakarta. Rata-rata mereka adalah perokok sehingga asap pun berkepul-kepul. Padahal dengan jesal di dinding ada tulisan “No Smoking” alias larangan untuk merokok.
Kemudian satpam pun mendatangi para kiai dengan memasang muka yang seram. Ia pun menegur para kiai yang merokok di area “No Smoking” sembari menunjuk tulisan yang tertempel di dinding.
“Oh itu,” ujar salah seorang kiai.
“Sampeyan keliru. No Smoking itu singkatan dari “Nadlatoel Oelama Smoking”. Jadi ini tuh area merokoknya orang-orang NU,” kata kiai tersebut dengan nada santai.
Mendengar jawaban itu tentu saja satpam geleng-geleng kepala. Satpam yang awalnya mau mengusir para kiai yang merokok sembarangan justru pergi dengan sendirinya.
Dalam ejaan bahasa Indonesia dulu ditulis Nahdlatoel Oelama, yakni saat itu NU didirikan pada tahun 1926 di mana aksara jadul masih berlaku.
Kisah Gus Dur dan Puntung Rokok
Mencari puntung rokok yang dalam bahasa Jawa disebut “nggoleki tegesan” masih menjad pengalaman pribadi yang dituturkan oleh santri Gus Dur, Nuruddin Hidayat. Kisah ini memiliki makna tentang sebuah komitmen mencari pemimpin bangsa yang tegas (teges= tegas).
Nuruddin yang akrab disapa Udin ini berkisah pertemuan dengan sosok pencari puntung rokok yang disegani Gus Dur berawal ketika dirinya pulang kampung di Demak, beberapa tahun lalu pada momentum hari raya. Saat pulang kampung ia menyempatkan diri untuk silaturahmi ke Kiai Hambali di Lasem, salah seorang kiai yang disegani masyarakat sekitar.
Ketika pulang dari rumah kiai itu, ada salah seorang yang ingin nebeng kendaraan karena ingin pergi ke Masjid Menara Kudus. Bersama orang itu, dalam perjalanan pulang, Udin diajak ke rumah pencari puntung rokok yang lokasinya di perbatasan Kudus dan Jepara. Sayangnya pertemuan itu gagal karena yang bersangkutan sedang membesuk cucunya yang meninggal karena kecelakaan.
Keesokan harinya, Udin pun sendirian pergi ke orang tersebut. Sebut saja namanya Mbah SN, yang oleh warga sekitar dikenal sebagai dukun Jawa, sering mengobati sakit ringan, sakit anak-anak rewel karena gangguan makhluk halus.
Lantaran pekerjaannya hanya sebagai pencari puntung rokok, keadaan rumahnya sangat memprihatinkan. Kurang-lebih rumahnya seperti gubuk yang terdapat kandang kambing di sebelah rumahnya, sumur kuno, dan langgar yang seperti mau roboh.
Perjumpaan dengan Pencari Puntung Rokok
Dalam perjumpaan itu, Udin mengaku dari pesantren Ciganjur. Ia pun bercerita panjang lebar soal pesantrennya dan Gus Dur. Setelah lumayan banyak cerita, ia pun pamit pulang. Mbah SN pun titip salam buat Gus Dur karena sebelumnya belum pernah ketemu Gus Dur.
Sehabis lebaran, ketika kembali ke pesantren Ciganjur, Udin turut menceritakan pertemuannya dengan Mbah SN kepada Gus Dur tentang rumahnya yang sederhana dan langgar yang mau roboh. .
Gus Dur pun memotong dengan berucap, “Oh ya, ada orang seperti itu di perbatasan Kudus dan Jepara. Yo wis kapan-kapan kita ke sana” Gus Dur kemudian menjelaskan perilaku orang yang mendedikasikan diri untuk mencari puntung rokok, “Niku pendamelane pados tegesan, itu artinya, dia mencari pemimpin yang tegas, nek wis ketemu yo mari (kalau sudah ketemu orangnya, ia berhenti mencari puntung.”
Sayangnya, sampai akhir hayat, Gus Dur belum sempat bersilaturahmi dengan mengunjungi rumah Mbah SN. Namun di lain waktu, Udin kembali berkunjung ke rumah Mbah SN dan disela-sela obrolannya, ia menanyakan, apa pernah bertemu dengan Gus Dur, Mbah SN pun menjawab “Yo tau (ya pernah)”. Tetapi ketika ditanya bagaimana bisa bertemu dengan Gus Dur, ia tak menjawab, hanya tertawa saja.
- Kita Harus Menghentikan Upaya Penghancuran Kretek - 5 December 2024
- 3 Hal Sederhana yang Bikin Perokok Kesal - 2 December 2024
- Untuk Pemerintah Daerah Baru Nantinya Jangan Keliru Ambil Kebijakan terhadap Industri Hasil Tembakau - 1 December 2024
Leave a Reply