Benarkah netizen khususnya perokok tidak mau membeli ketika harga rokok mulai mahal?
Pemerintah setiap tahunnya selalu menaikan cukai rokok. Kenaikannya biasanya 10% setiap tahunnya. Bahkan pada 2022 lalu, pemerintah menaikan cukai rokok 2 kali berturut-turut untuk tahun 2023 dan 2024. Sangat tidak masuk akal. Sebegitukah ngebetnya mau malakin pajak melalui cukai rokok.
Cukai rokok yang terus dinaikan ini tentu membuat harga rokok kian mahal. Baik harga rokok secara bungkusan maupun secara eceran. Saya masih ingat betul dulu sekitar 5 tahun ke belakang harga rokok eceran Surya Gudang Garam masih berkisar Rp1.000-1.500. Tapi untuk saat ini harga rokok eceran dengan merek yang sama sudah mencapai Rp.2.500-3.000.
Perbandingan Harga Rokok
Untuk perbandingan harga rokok secara bungkus saya iseng merisetnya antara lain sebagai berikut:
Merek Rokok | Harga 2014 | Harga 2024 |
Gudang Garam Surya 16 btg |
Rp.15.000 | Rp.36.700 |
LA Lights16 btg |
Rp.13.000 | Rp.30.000 |
Dji Sam Soe 12 btg |
Rp.12.500 | Rp.21.000 |
Sampoerna A Mild 16 btg |
Rp.14.000 | Rp.33.400 |
Djarum Super 12 btg |
Rp.12.000 | Rp.25.700 |
Dari perbandingan itu dapat dibuktikan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun, harga rokok sudah naik 100% dan itu mahal. Bahkan ada yang lebih dari itu. Prinsipnya barang memang selalu naik setiap tahunnya, tapi harus dilihat juga bagaimana pendapatan penduduk Indonesia. Karena kalau dipikir-pikir kenaikan rokok itu tidak sesuai dengan pendapatan yang setiap bulan penduduk Indonesia dapat. UMR saja naiknya paling cuma sedikit setiap tahunnya. Jauh dari tuntutan para buruh Indonesia.
Tapi coba kembali lagi ke harga rokok yang kian mahal itu. Apakah dengan harga rokok yang dimahalkan, masyarakat masih mau untuk membelinya? Jawabannya masih. Masyarakat akan tetap membeli rokok. Hanya saja persoalnnya nanti kepada rokok yang mereka beli. Biasanya akan ada fenomena penurunan kasta dari merek rokok tertentu. Misalkan yang tadinya merokok Gudang Garam Surya, karena dirasa sudah terlampaui mahal akhirnya mereka memilih rokok lain, misalkan Gajah Baru atau rokok-rokok yang masih ramah di kantong, misalkan Tenor.
Bukan hanya akan turun kasta. Tapi tidak sedikit ditemukan para perokok yang beralih ke tingwe. Saya sendiri contohnya. Kawan-kawan saya di Temangung juga demikian. Mereka lebih memilih tingwe daripada rokok-rokok pabrikan. Selain rokok murah dan tingwe banyak juga masyarakat yang memiluh menghisap rokok ilegal. Semua ini karena cukai rokok yang terus dinaikan.
Maka dari itu, salah besar ketika cukai rokok dinaikan dengan skenario untuk mengurangi perokok. Perokok akan tetap banyak hanya mereka berbeda dalam memilih rokok. Harga rokok juga menjadi boomerang bagi pemerintah sendiri. Sudah gagal menurunkan prevelansi perokok gagal memenuhi target pendapatan negara.
- Kita Harus Menghentikan Upaya Penghancuran Kretek - 5 December 2024
- 3 Hal Sederhana yang Bikin Perokok Kesal - 2 December 2024
- Untuk Pemerintah Daerah Baru Nantinya Jangan Keliru Ambil Kebijakan terhadap Industri Hasil Tembakau - 1 December 2024
Leave a Reply