Press ESC to close

Soal Menjaga Hak Masyarakat yang Tidak Merokok

Dalam banyak hal, saya cukup berseberang pendapat dengan pandangan teman-teman yang memusuhi tembakau. Ketika mereka melihat tembakau melulu dari satu sisi, saya mencoba melihatnya secara multidimensi. Ketika mereka mengatakan bahwa tembakau adalah musuh negara, saya justru melihat tembakau sebagai salah satu komoditas yang menghidupi masyarakat.

Bagi saya, hal-hal tadi adalah perbedaan sudut pandang. Sebagai anak manusia yang berterima kasih pada segala yang memberi kehidupan, saya mencoba melihat persoalan tembakau secara lebih jernih. Mencoba melihatnya dengan lebih adil sejak dalam pikiran.

Meski begitu bukan berarti tak ada pandangan mereka yang tak saya sepakati. Soal menjaga hak masyarakat yang tidak merokok, misalnya, saya sepakat bahwa urusan merokok ini tidak boleh sampai mengganggu hak orang lain. Karenanya, saya mendorong keberadaan ruang merokok di ruang publik dengan maksud melindungi hak masyarakat yang tidak merokok.

Pun soal menjauhkan anak dari asap rokok. Saya menyepakatinya penuh. Bahwa mereka, walaupun masih kecil, juga tak boleh dilanggar haknya. Tak boleh dilanggar kemanusiaannya.

Karenanya, ketika peraturan terkait rokok ini hanya boleh dikonsumsi masyarakat yang telah berusia di atas 18 tahun, saya sepakat kalau peraturan ini perlu ditegakkan. Bahwa anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun tak boleh membeli, termasuk mengonsumsi rokok.

Saya menyepakatinya karena beberapa alasan.

Baca Juga:  4 Diskriminasi yang Kerap Dialami Perokok

Pertama, ini persoalan hukum. Bahwa peraturan perlu ditegakkan. Jika regulasi yang ada mengatur pembatasan penjualan rokok hanya untuk mereka yang berusia di atas 18 tahun, maka barang legal ini tak boleh dijual pada anak-anak.

Ini sama saja seperti saya yang mendorong keberadaan ruang merokok sebagai hal yang diperintahkan regulasi. Bahwa ruang merokok harus disediakan di ruang publik. Ini peraturan, harus ditegakkan.

Kedua, dalam pandangan saya, anak-anak memang belum pantas mengonsumsinya. Ini bukan perkara diskriminasi usia, tapi memang karena kedewasaan seorang yang merokok perlu dipertanggungjawabkan.

Ketika merokok, ada banyak hal yang patut kita pertanggungjawabkan. Yang utama tentu tanggung jawab untuk menghargai hak orang lain yang tidak merokok. Mereka yang usianya belum sampai 18 tahun bisa jadi tidak memahami ini. Hingga nantinya ketika mereka merokok masih dalam koridor melanggar hak orang lain.

Mungkin kita bisa melihat, tidak sedikit anak-anak yang merokok tetap saja melakukan aktivitas tersebut di angkutan umum hingga mengganggu penumpang lain. Ini salah satu contoh sederhana terkait tanggung jawab yang kerap mereka lupakan.

Baca Juga:  Negara Macam Mana yang Kalah Kepada Mafia Rokok Ilegal?

Ketiga, mendorong tegaknya peraturan ini adalah hal yang penting. Dan saya sendiri menyepakati jika teman-teman aktivis kesehatan itu mengupayakan peraturan ini ditegakkan. Persoalannya, aturan sudah ada dan tidak berjalan baik. Masalahnya pada pelaksanaan dan penegakkan aturannya. Bukan malah meminta peraturan yang lebih ribet dan tak masuk akal lagi.

Menjalankan aturan yang sudah ada saja belum bisa, kok ini mau buat aturan baru. Karena memang membuat aturan baru bukanlah solusi yang tepat. Mari berikan pemahaman kepada anak-anak soal aturan ini, mari berikan pemahaman pada para pedagang agar tak menjualnya pada anak-anak. Upaya seperti inilah yang sebenarnya perlu dilakukan, bukan cuma koar-koar meminta aturan baru.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit