Press ESC to close

Blokir Iklan Rokok di Internet atau Blokir Kebebasan Berekspresi?

Ketika Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengirimkan surat pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, banyak orang yang heboh dan mendukung langkah tersebut. Dalam suratnya, Menkes meminta Kemkominfo memblokir seluruh iklan rokok yang ada di internet. Katanya, demi menjaga  masa depan anak bangsa dari bahaya iklan tersebut di internet.

Menurut mereka, kehadiran iklan rokok di internet menjadi salah satu faktor yang membuat prevalensi perokok di bawah umur meningkat. Maka dari itu kehadiran iklan rokok di internet harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan regulasi dan aturan perundang-undangan yang ada.

Persoalannya, hingga saat ini memang belum ada regulasi yang mengatur persoalan iklan di internet. Kalau cuma soal banyaknya iklan yang tidak boleh dilihat anak-anak, jangankan iklan rokok, iklan judi atau percakapan seksual saja bertebaran di banyak platform. Jadi, tidak tepat jika alasan melindungi masa depan anak bangsa dilakukan hanya dengan memblokir iklan rokok, sementara masih banyak iklan/hal yang belum boleh dilihat oleh anak-anak di internet.

Argumentasi soal regulasi yang dipakai untuk memblokir iklan rokok di internet hanyalah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Pada PP 109, memang ada batasan dan larangan tertentu untuk kehadiran iklan rokok. Masalahnya, untuk mengatasi batasan usia di internet, apakah pemerintah harus melarang semua platform yang menampilkan rokok untuk tidak memberikan akses pada mereka yang di bawah umur? Tentu saja itu sangat berat.

Baca Juga:  Perang Dagang Multinasional dalam Sebatang Rokok

Kemudian, apakah perusahaan rokok bakal tidak diperbolehkan memiliki media sosial, karena tentu saja konten yang diposting akan terisi gambar produk milik mereka. Mengingat landasan hukum lewat UU 36/2009 dan PP 109/2012 berisi batasan dan larangan promosi. Meski kemudian, kekuatan hukum keduanya terbilang lemah untuk melarang total kehadiran rokok di internet.

Jika memang ingin membenahi persoalan ini, sebaiknya Menkes mendorong para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat untuk segera membuat regulasi terkait hal ini. Bagaimana agar regulasi yang nantinya dibuat hanya membatasi akses iklan untuk orang di bawah usia 18 tahun, bukannya main blokir dan larang begitu saja.

Hal terakhir patut dijadikan perhatian, mengingat respon Kemkominfo terkait isu ini justru melacak semua akun dengan konten bergambar rokok yang ada di internet, dan hendak mematikan akun-akun tersebut. Jika sudah begini, namanya bukan lagi mempermasalahkan iklan rokok, tapi membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi dari masyarakat.

Kalau logika semua konten yang menampilkan gambar rokok harus diblokir, itu sama saja dengan memberangus hak masyrakat untuk mengekspresikan dirinya. Ketika seseorang menerbitkan gambar dirinya merokok, apa iya akunnya akan disuspend atau postingan tersebut bakal dicabut oleh kementerian? Seandainya begitu, ini adalah sesuatu yang gila.

Baca Juga:  Nasib Industri Kretek Indonesia di Tangan Presiden Baru

Di saat negara lain sibuk mengurus pembangunan dan pengembangan teknologi, mungkin hanya negara ini yang sibuk memantau semua gambar rokok di internet lalu menghapusnya. Bisa saja gambar-gambar presiden Soekarno atau Soeharto yang sedang merokok dihapus total dari internet. Atau gambarnya diedit, seperti ketika Tempo menampilkan gambar Chairil Anwar yang legendaris tapi dihilangkan gambar rokoknya.

Mungkin memang asal blokir adalah jalan ninja pemerintah kita. Selama isunya sedang ramai, ya kita blokir. Begitu sepi, terserah netizen mau kayak gimana. Apalagi ini soal rokok yang amat kontroversial.  Toh masih banyak akun judi, porno, bahkan prostitusi yang beredar di internet. Dan pemerintah tidak pernah benar-benar serius menghalau bahaya yang ditimbulkan oleh akun-akun tersebut.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit