Press ESC to close

Bukti Kenaikan Cukai Rokok Kontraproduktif

Kenaikan cukai rokok dari tahun ke tahun telah mencuatkan dampak buruk yang nyata. Hal ini tidak secara otomatis berelasi dengan target yang ingin dicapai terkait angka perokok. Justru konsekuensi yang dihadapi tidak sesuai dengan target yang ditetapkan.

Hal ini ditengarai melalui Stranas PK (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi), bahwa kenaikan cukai tidak serta merta menambah penerimaan negara. Bukti kuat dari tahun ke tahun yang terjadi adalah meningkatnya peredaran rokok ilegal.

Maraknya peredaran rokok ilegal ini menjadi acuan bahwa kenaikan cukai malah menjadi kontraproduktif. Jika selama ini alasannya untuk menekan angka perokok, faktanya, konsumen rokok malah banyak yang beralih membeli rokok non cukai.

Rokok non cukai jelas bukanlah produk yang menguntungkan bagi negara. Target pemerintah dalam menggenjot penerimaan menjadi tidak tercapai dari sisi ini. Tingginya angka kenaikan cukai, dinyatakan oleh pihak Stranas PK, menjadi pemicu meningkatnya kerugian bagi kas negara.

Menengarai fakta ini, Stranas PK menilai perlu memasukkan optimalisasi Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam program aksi pencegahan korupsi 2021-2022. Terdiri dari tiga fokus yang akan dilakukan melalui aksi ini, yakni mulai dari persoalan perizinan dan tata niaga, keuangan negara dan penegakan hukum, serta reformasi birokrasi.

Baca Juga:  Mengapa Kabupaten Berau Layak Dijadikan Contoh Penanganan Perda KTR?

Kejadian demi kejadian pemberantasan peredaran rokok ilegal di beberapa daerah telah berulang diangkat media. Ini suatu fakta yang dapat disimpulkan masyarakat, bahwa upaya pemberantasan itu tak melulu efektif. Buktinya, masih dapat ditemukan rokok non cukai di pasaran. Masyarakat masih dapat mengaksesnya dengan mudah.

Apalagi di masa sekarang, segala bentuk promosi produk bisa dilakukan melalui internet. Calon konsumen dapat memesan langsung ke lapak-lapak penyedia produk tersebut. Dari sisi ini, kita dapat menyimpulkan bahwa peredaran rokok ilegal seperti mendapatkan ruang yang mudah untuk terus menjangkau pasarnya.

Dengan adanya upaya pencegahan korupsi dari sektor penerimaan CHT ini, masyarakat dapat menengarai, bahwa di lini pengelolaan CHT ini berpotensi betul menjadi ajang permainan para pihak.

Berdasar kajian Litbang KPK, dinyatakan adanya sekian jumlah uang yang tidak terpungut, hal ini karena tata kelola yang kurang baik. Persoalan tata kelola ini juga menjadi sorotan banyak pihak yang selama ini menilai adanya dampak buruk di pasaran akibat cukai rokok yang naik di tiap tahun.

Sebagai perokok, kita tentu tidak ingin negara mengalami kerugian. Meski kita tahu, alasan pemerintah menaikkan cukai untuk mengurangi angka perokok sungguh tidak relevan. Berdasar catatan, sejak Sri Mulyani menjabat jadi Menteri Keuangan Republik Indonesia pada 2016 lalu, tarif cukai rokok sudah naik dengan total angka kenaikan hingga 56,8 persen.

Baca Juga:  Mengendalikan (Perdagangan) Rokok di Indonesia

Namun, jika ditilik dari target penerimaan cukai yang ditetapkan tiap tahun, tak selalu tercapai seturut yang ditargetkan. Artinya, ini menjadi bukti, bahwa kenaikan cukai rokok tidak sepenuhnya produktif. Justru dampak negatifnya langsung dirasakan oleh stakeholder pertembakauan.

Di hulu, tembakau petani banyak yang tak terserap, industri mengurangi kuota permintaan. Di hilir, konsumen justru banyak yang beralih ke produk ilegal. Inilah fakta yang tak terhindarkan, bahwa kenaikan cukai bukanlah cara jitu dalam menekan angka perokok serta menambah penerimaan negara.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah