Kalau ada penyakit yang paling ditakuti saat ini, tentulah Covid-19 jawabannya. Penyakit yang diakibatkan oleh virus corona (SARS-CoV-2) ini telah menjadi wabah di dunia. Banyak korban berjatuhan, termasuk mereka yang harus meninggal dunia. Berbagai cara dikampanyekan untuk menekan tingkat penularan di masyarakat. Salah satunya adalah kampanye berhenti merokok. Sudah tepatkah?
Seperti yang sering kita dengar di televisi dan kita baca di media sosial, penularan virus ini terjadi lewat dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Maksudnya, penyebaran langsung adalah proses penularan langsung dari pasien positif terinfeksi kepada orang lain melalui percikan air liur (droplet). Sedangkan penularan tidak langsung adalah proses penularan yang melibatkan media perantara seperti kain, besi, dan lain sebagainya.
Beberapa aktivitas diketahui dapat menimbulkan droplet, diantaranya adalah batuk, bersin, berbicara, meludah, menyanyi. Droplet orang terinfeksi bisa berpindah atau bergerak sejauh 1-2 meter dan berpotensi mencapai hidung atau mulut orang lain. Oleh karena itulah kebijakan social & physical distancing diberlakukan; agar memberi batas jarak aman orang per orang.
Selain itu, penularan langsung juga bisa terjadi melalui sentuhan. Tangan, tanpa disadari, seringkali menjadi pembawa organisme penyebab penyakit. Ini pula yang membuat pasien covid-19 atau mereka yang sudah positif terinfeksi corona harus diisolasi dari dunia luar. Dan seperti yang kita tahu, dalam isolasinya, mereka tidak diperkenankan merokok, karena memang rumah sakit adalah kawasan tanpa rokok. Oleh karena itu berhenti merokok jadi salah satu syarat mutlak mencegah penularan corona. Terutama bagi mereka yang sudah positif dan tengah dikarantina.
Penularan juga bisa terjadi secara tidak langsung. Droplet dari penderita menempel ke objek perantara, lalu disentuh oleh orang lain, kemudian orang tersebut menyentuh mata, hidung atau mulut, maka penularan terjadi. Sebagai contoh, penderita yang tanpa gejala memiliki merokok, kemudian rokoknya diminta oleh temannya. Dalam hal itu, proses penularan bisa saja terjadi. Ada perpindahan virus melalui objek perantara rokok.
Setelah mengenal dua macam proses penularan (langsung dan tidak langsung), kita tentu bisa menyimpulkan bahwa aktivitas merokok sangat sulit dilaksanakan. Demi menekan tingkat penularan, maka sebagai perokok santun sudah sepatutnya bagi kita untuk berhenti merokok. Kecuali sudah mencuci tangan.
Ya, dengan mencuci tangan kita sudah membersihkan tangan dari organisme penyebab penyakit. Aktivitas yang melibatkan tangan dan mulut (seperti makan dan merokok) pun jadi lebih aman. Dengan mencuci tangan, kita sudah mengurangi risiko penularan secara tidak langsung dari rokok. Setelah cuci tangan, silakan merokok.
Satu lagi, kita harus menghentikan kebiasaan merokok sebatang bersama alias joinan. Kita hanya aman merokok kalau punya rokok dan korek sendiri. Kebiasaan join rokok ini sangat rentan dengan penularan berbagai penyakit, tak hanya Covid-19. Kita tidak pernah tau apa yang dialami oleh teman join kita. Dengan mengisap rokok yang sama, berarti kita sudah resmi bertukar organisme antar bibir. Jadi, sekalian ciuman saja stop join rokok!
Dengan demikian, maka kampanye berhenti merokok untuk menekan tingkat penularan corona sudah tepat secara kontekstual. Bukan karena mitos bahaya rokok melainkan karena situasi tertentu. Berhentilah kalau sudah positif terinfeksi virus. Berhentilah kalau belum cuci tangan. Dan berhentilah kalau gak punya rokok.
- Merokok Di Rumah Sakit, Bolehkah? - 27 October 2022
- Sound Of Kretek, Wujud Cinta Bottlesmoker - 4 October 2022
- Membeli Rokok Itu Pengeluaran Mubazir? - 12 September 2022