Press ESC to close

Isu Negatif Soal Rokok Rentan Menjadi Mainan Media

Isu rokok kerap kali menjadi santapan media dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dengan mudah kita temui pada konten pemberitaan yang menyoroti hal-hal negatif dari rokok. Mulai dari yang dikaitkan dengan persoalan kesehatan, gaya hidup, iklan rokok juga hal-hal kasuistik pada anak di bawah umur. Bahkan tak luput soal produk selundupan berupa rokok dan teh hijau pada waktu lalu.

Hampir semua pemberitaan tentang rokok melulu diframing secara negatif dan terus berulang bunyi. Salah satu yang belakangan terjadi soal penembakan terhadap pasangan suami istri di Aceh yang ditengarai melawan saat ditangkap aparat.

Pasangan suami istri ini memang telah menjadi incaran lantaran terlibat tindak pelanggaran hukum, yakni menjadi bagian dalam bisnis rokok dari luar negeri yang masuk ke Indonesia tanpa melalui prosedur resmi. Kenapa bisnis semacam ini bisa terjadi? Tentu bukan baru sekali dua kali bisnis ilegal semacam itu berlangsung. Artinya dapat ditengarai ada satu elemen hukum yang lemah sehingga rokok ilegal itu dapat lolos dan beredar di Indonesia.

Kenapa pihak media hanya memframing frasa rokok ilegal dan tindak penembakannya saja?

Baca Juga:  Operasi Senyap Revisi PP 109/2012 Tanda Matinya Demokrasi

Dalam hal ini, setiap tindak kriminal tentu bakal ditindak oleh aparat berwenang. Jika kemudian terjadi perlawanan oleh pelaku, aparat memiliki prosedur penanganan, salah satunya adalah tembakan peringatan. Sialnya, perlawanan yang dilakukan dengan senjata seperti pada kasus ini bisa berakibat fatal, yakni tembakan langsung pada pelakunya.

Namun, hal macam begini bukan menjadi perhatian utama media. Selama ada kata kunci rokok dan tindak kriminal, maka yang ‘digoreng’ ya perkara rokok menyebabkan tindak kriminal. Padahal ya nggak gitu juga kali.

Awak media kerap kali pula hanya mengandalkan informasi dari satu sumber, dalam hal ini hanya dari pihak kepolisian, jarang ada yang melakukan proses verifikasi fakta dari saksi mata lain di lokasi kejadian. Inilah yang kerap pula menjadi pertanyaan terkait kredibilitas wartawan serta nilai obyektif dari sebuah fakta yang dalam pandangan Mochtar Lubis sebagai sesuatu yang suci.

Asal ada informasi yang berkaitan dengan isu rokok, lantas saja framing media merepetisi aspek negatif dari isu tersebut. Bukan lagi rahasia bahwa di abad industri informasi ini banyak informasi yang tidak lagi obyektif. Kuasa nara sumber yang (dianggap) representatif diterima sebagai mulut kebenaran satu-satunya. Tak pelak pula menjadi alat pembenaran untuk mendiskreditkan suatu produk.

Baca Juga:  Logika Absurd Antirokok Menyoal Penderita TBC di Jakarta

Tentulah tindak peredaran rokok ilegal harus diberantas, karena tindakan ilegal ini berpotensi merugikan negara. Namun bukan berarti pihak media lantas mengabaikan nilai obyektifitas dari sebuah fakta. Jangan lantas karena ini isu tentang rokok ilegal dan ada tindak perlawanan dari pelaku, kemudian informasi yang tersuguh hanya menjadi satu bentuk penggiringan opini belaka yang terus digoreng. Sehingga menimbulkan tafsir tunggal bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan rokok itu negatif.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah