Press ESC to close

Belajar Soal Perda KTR dari Surabaya

Selama ini Kota Bogor dan Propinsi Jawa Barat selalu dijadikan acuan dalam urusan Kawasan Tanpa Rokok. Padahal, Perda KTR Bogor sendiri justru mendapat kritikan dari Kementerian Dalam Negeri karena regulasinya menyimpang dan bertentangan dari aturan yang lebih tinggi. Tentu saja, ketika membicarakan regulasi soal rokok, UU 36 Tahun 2009 dan PP 109 Tahun 2012 harus menjadi acuan yang tidak boleh diselewengkan.

Ada beberapa hal menyimpang dan bertentangan yang dimuat dalam Perda KTR Bogor serta beragam daerah lain. Yang paling utama tentu saja penyediaan ruang merokok masih sekadar dijadikan opsi saja. Melalui kata ‘dapat menyediakan ruang merokok’, pengelola tempat umum dan tempat kerja diberikan hak untuk tidak menyediakan ruang merokok. Padahal ya ketersediaan ruang merokok inilah yang menjadi kunci terselenggarakannya regulasi tentang KTR.

Kemudian, yang tidak kalah ngawur, adalah regulasi tentang pelarangan pemajangan rokok di toko-toko, baik ritel maupun warung yang bertentangan dengan regulasi secara nasional. Pada UU 36/2009 dan PP 109/2012 yang menjadi acuan bagi segala Perda KTR, tidak pernah disebutkan dan diberikan wewenang pelarangan penampilan produk. Hal ini jelas menjadi bukti dari sebuah upaya pembangkangan pemerintah daerah terhadap regulasi yang lebih tinggi kuasanya.

Baca Juga:  Menengok Peraturan Soal Rokok di Jepang

Mengingat persoalan di atas, menjadi penting bagi banyak daerah untuk tidak lagi mengidolakan Bogor sebagai role model Perda KTR di Indonesia. Daripada yang nggak-nggak terjadi lagi, dan tujuan dari dibuatnya Perda KTR tidak tercapai. Ada baiknya kita segera mencari satu kota yang patut dijadikan contoh baru, dan rekomendasi terbaik untuk itu adalah Surabaya.

Ya, Surabaya saat ini tengah merevisi Perda KTR-nya. Diluar perkara upaya mereka memasukkan sanksi administratif, hal penting yang juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah Surabaya adalah upaya penambahan ruang merokok di beberapa lokasi. Setidaknya, begitulah yang disampaikan oleh Walikota Surabaya Ibu Tri Rismaharini.

Hal yang menjadi landasan dari pandangan Risma ini adalah upaya untuk meniadakan puntung rokok berserakan di jalan. Hal ini memang terjadi karena minimnya fasilitas yang membuat orang-orang membuang puntung sembarangan. Karena hal itulah, kemudian perlunya penyediaan ruang merokok menjadi penting.

Penambahan ruang merokok ini menjadi satu hal penting bagi penegakkan KTR. Tanpa adanya ruang merokok, tentu saja orang-orang yang merokok akan selalu disebut melakukan aktivitas itu secara sembarangan. Padahal yang sembarangan ya pengelola tempat umum beserta pemerintah daerah yang tidak menyediakan ruang merokok.

Baca Juga:  Potensi Kemandirian Nasional yang Terabaikan

Inilah yang membuat Surabaya layak dijadikan sebagai daerah percontohan ­untuk penegakkan KTR. Dengan menyediakan ruang merokok, pemerintah Surabaya telah melaksanakan kewajibannya untuk mempersiapkan sarana dan prasarana terlebih dulu sebelum melaksanakan regulasi. Melalui hal ini, masyarakat tentu akan lebih terlindungi tanpa ada satupun pihak yang didiskriminasi.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit