Press ESC to close

Apa Sih Alasan Kenaikan Tarif Cukai Rokok?

Setiap tahunnya kenaikan tarif cukai rokok dilakukan pemerintah. Alasan utamanya tentu saja merupakan pengendalian konsumsi rokok. Hal ini merupakan landasan utama kenapa cukai rokok diberlakukan secara hukum, agar tidak semua orang bisa merokok, terutama mereka yang masih di bawah umur.

Meski begitu, pada kondisi tertentu, kenaikan tarif cukai bisa saja tidak berlaku. Misalnya pada tahun 2019, dimana Presiden Joko Widodo memutuskan tak menaikan tarif dengan alasan kondisi perekonomian yang sulit, tapi bohong. Ya sebenarnya saat itu cukai tak naik karena masa pemilu saja, toh setelahnya cukai naik eksesif walau keadaan ekonomi sedang buruk-buruknya.

Pada dasarnya, tidak ada masalah tarif cukai naik. Perkaranya, seberapa besar cukainya naik? Jika terlalu tinggi, tentu akan mencekik kehidupan rakyat. Ya kalau nggak mau disebut rakyat, setidaknya mereka yang hidup dari industri kretek. Jumlahnya, jutaan. Belum dihitung lengkap bersama keluarga, dan mereka yang tak langsung terlibat kehidupannya seperti pedagang.

Karena itu, alasan-alasan kenaikan tarif cukai yang biasa dibuat sebenarnya bisa dihadapi tanpa menaikan tarif. Misalnya, pada konteks perlindungan terhadap anak atau mengurangi jumlah prevalensi perokok di bawah umur, solusi yang tepat ya justru bukan di kebijakan cukai. Namun, solusinya ada pada kebijakan penjualannya.

Baca Juga:  Tarif Cukai Rokok Tidak Naik: Strategi Kampanye Jokowi?

Selama ini kita sama-sama tahu bahwa ada aturan penjualan dimana rokok hanya boleh diperjualbelikan pada mereka yang telah berusia 18 tahun ke atas. Karena aturan sudah ada, ya tinggal ditegakkan saja regulasinya. Minimart seperti Alfamart dan Indomaret sebenarnya telah menjalankan amanat ini. Tinggal kemudian warung-warung kelontong saja didorong untuk patuh.

Caranya, ya tinggal lakukan sosialisasi pada warung-warung kelontong serta pedagang asongan. Ingatkan mereka agar tidak menjual rokok pada orang di bawah usia 18 tahun, dan jika melanggar akan ada sanksinya. Kalau sudah diingatkan, disosialiasikan, maka selanjutnya adalah tindak para pelanggarnya. Kalau ada ketahuan anak membeli, diberi sanksi. Kalau ada warung ketahuan jual, berikan sanksi juga.

Kenaikan tarif cukai tidak akan berpengaruh pada upaya menurunkan prevalensi perokok di bawah umur. Sepanjang mereka masih bisa mengakses pembelian, mereka tentu akan tetap bisa membelinya. Dan selama para penjual masih menjual pada anak-anak, prevalensi tetap bakal ada dan bisa jadi meningkat.

Dengan semua pemahaman ini, saya kira ada baiknya pemerintah harus lebih bijak dan cerdas dalam membuat kebijakan. Jika memang targetnya A, maka selesaikan degan solusi yang tepat. Jangan malah asal buat aturan, atau yang penting udah melakukan sesuatu. Jika kemudian kebijakannya tak tepat, rakyat yang kesusahan.

Baca Juga:  Kontroversi Logika Anti Rokok Menyoal Sumbangsih Perokok Pada BPJS Kesehatan

Untuk itulah, jika memang kenaikan tarif cukai harus dilakukan pada kondisi perekonomian yang sedang sulit ini, saran saya, naikan tidak lebih dari 5%. Kalau pun harus lebih, tetap harus di bawah 10%. Jika lebih dari itu, maka rakyat yang akan kesulitan. Kalau rakyat kesulitan melulu, apa kemudian guna dan fungsi negara untuk masyarakat?

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit