Press ESC to close

Menafsir Selintas Peluncuran Buku Fikih Tembakau

Tembakau sebagai bahan baku rokok telah memberi banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya petani, pelaku usaha, serta konsumen, bagi kalangan yang anti terhadap tembakau pun secara tak langsung mendapatkan manfaat. Bisnis mengkapitalisasi kebencian akan terus dimainkan dengan beragam caranya. Sudah bukan rahasia, bahwa di balik berbagai produk kebijakan terkait tembakau ada peran modal besar pula yang bekerja.

Banyak sudah hasil penelitian yang menyoroti tembakau sebagai tema kajiannya, baik yang berbasis sains, kebudayaan, hukum, serta agama. Sebuah buku bertajuk Fikih Tembakau yang diluncurkan pada beberapa waktu lalu di aula PBNU lantai 8 Jalan Kramat Raya  Jakarta adalah salah satu bentuk referensi baru bagi nahdliyin (warga NU), juga masyarakat Indonesia pada umumnya.

Buku tersebut merupakan hasil penelitian mengenai regulasi tentang produk tembakau alternatif dan aspek sosial keagamaan dengan menggunakan kajian hukum Islam (fikih).

Bicara dari aspek sosial keagamaan tentulah Kitab Kopi dan Rokok karya Syaikh Ihsan Jampes salah satu referensi yang jauh lebih dulu menyoroti rokok dari kalangan pesantren, dan itu telah pula menjadi rujukan banyak kalangan dalam membahas hukum rokok. Kiranya buku Fikih Tembakau yang diluncurkan pada waktu lalu tidak akan jauh pula mengambil referensi perbandingan dari kitab ulama tersebut. Selain merujuk pada ushul fikih.

Baca Juga:  Mbah Sri dan Rokok Lintingnya

Peluncuran buku Fikih Tembakau tidak hanya dihadiri oleh beberapa petinggi PBNU, turut pula di dalamnya perwakilan dari berbagai lembaga terkait regulasi tembakau. Boleh jadi memang buku ini merupakan gambaran dari jalan tengah atas berbagai kontroversi tentang rokok yang kerap mengemuka. Terlebih ketika tembakau dipandang dari aspek ekonomi dan kesehatan. Dari sisi budaya, tembakau sebagai bahan baku rokok bukan lagi hal baru yang memberi andil peradaban di Indonesia.

Namun yang perlu ditengarai dari buku tersebut adalah upaya kalangan yang ingin mengangkat aspek alternatif dari tembakau. Tentu hal itu yang mesti lebih kita cermati lagi. Bukan apa-apa, bicara soal rokok dalam konteks Indonesia, kita tentu tidak hanya melihat dari sisi  bahan baku tembakau saja. Indonesia punya produk yang dikenal dunia bernama kretek. Yang di dalamnya terdapat konten cengkeh. Cengkeh dan tembakau telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya merokok bangsa ini.

Jika hanya melihat nilai ekonomi dari aspek tembakau tanpa menilik nilai ekonomi cengkeh. Bahkan kemudian hanya tembakau saja yang dikaji lantaran ada nilai nikotin yang menjadi sorotan global. Tentu hal itu menimbulkan satu kerancuan yang perlu ditinjau kembali, iya kita tahu sendiri bahwa nikotin memiliki nilai ekonomi yang diperebutkan pasar.

Baca Juga:  Edge Punch, Pendatang Baru yang Siap Bersaing dengan Rokok Rasa Mangga Lainnya

Untuk kebutuhan medis pun nikotin dibutuhkan, tak ayal jika industri farmasi punya kepentingan besar untuk bermain lewat beragam caranya. Termasuk dalam menyikapi usaha pengembangan nikotin pada tembakau. Iya semoga saja buku tersebut bukan dalam kerangka menihilkan peran cengkeh yang pula memberi andil ekonomi bagi rokok indonesia. Karena nahdliyin sejak dulu bukan hanya akrab dengan tembakau loh, tetapi juga dengan rempah-rempah yang menjadi bagian dalam sebatang kretek.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah