Press ESC to close

Polcilkes Bentukan Antirokok Adalah Bentuk Lain dari Eksploitasi Anak

Polisi cilik kesehatan (Polcilkes) ini istilah baru untuk sekelompok anak sekolah yang mengemban tugas ganda. Selain menjadi pelopor Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), mereka juga bertugas ‘menilang’ para perokok. Sudah bisa ditebak gerakan yang melibatkan anak-anak ini dilatari kepentingan pihak kesehatan. Pihak Dinkes dan Puskesmas setempat yang ambil bagian dalam membidani lahirnya Polcilkes tersebut.

Kabarnya Polcilkes akan menyasar para perokok yang kedapatan merokok di lingkungan rumah. Sifatnya masih sekadar memberi teguran. Hal itu dianggap efektif oleh pihak kesehatan lantaran secara psikis perokok jika ditegur anak-anak akan merasa malu. Bukan main.

Antirokok ternyata selain tidak taat asas juga tidak konsisten. Setelah wacana pembentukan Satgas KTR, yang tugasnya menindak perokok, bukan menegur para pihak yang tidak menyediakan ruang merokok. Kini elemen proxy war antirokok dalam memerangi rokok sudah menggunakan anak-anak. Secara kasat memang tidak ada yang salah dari gerakan itu. Wong wilayah normatif sudah jadi domain yang dimainkan antirokok.

Pada waktu yang silam kita tentu masih ingat bagaimana antirokok menyoroti isu pekerja anak di sektor pertembakauan. Yang disebut-sebut oleh mereka bahwa bisnis pertembakauan telah melakukan tindak eksploitasi terhadap anak di bawah umur. Sementara dalam upaya memerangi rokok ternyata hal itu dilakukan secara nyata oleh antirokok.

Baca Juga:  Yang Tidak Perokok Suka dari Orang yang Tidak Merokok

Jika dalih antirokok dalam pemanfaatan Polcilkes ini bukan untuk tujuan komersial, iya memang tidak tampak selinear itu. Namun di balik gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun sudah bisa kita tebak ada industri apa yang bermain. Lagi-lagi isu kesehatan menjadi pembenaran untuk mengeksploitasi anak sebagai bagian dari agenda memerangi rokok.

Sebagai konsumen produk legal tentu kita setuju saja adanya upaya para pihak dalam membangun kesadaran konsumen yang beretika. Komunitas Kretek pun tak henti mensosialisasikan spirit perokok santun.

Celakanya, upaya membangun kesadaran itu hanya berlaku terhadap rokok, tidak terhadap penggunaan produk lainnya. Dalam wacana membentuk Satgas KTR saja yang disasar hanya perokok, bukan para pengelola gedung yang tidak menyediakan ruang merokok. Diskriminasi itu nyata sekali terjadi.

Polcilkes yang dijadikan alat untuk memerangi rokok telah menunjukkan secara jelas bahwa agenda kesehatan telah melakukan asas pemanfaatan anak. Padahal semestinya itu dihindari, karena selama ini terkait isu rokok anak-anak adalah entititas yang patut dilindungi. Tidak hanya perkara yang beruhubungan dengan rokok tetapi juga pada konteks isu lainnya.

Baca Juga:  Belajar dari Kretek yang Menjadi Raja di Negeri Sendiri

Cara-cara antirokok yang tidak taat asas dan inkonsisten ini membuktikan bahwa dalam agenda memerangi rokok semua dalih kesehatan hanyalah topeng. Polisi cilik kesehatan menjadi tameng untuk menutupi ketidakmampuan antirokok dalam mewujudkan solusi yang berimbang.  Anak-anak punya porsi belajar dan bermain yang mestinya lebih diutamakan, lha kok malah jadi bawa tugas orang dewasa dalam menyikapi Kawasan Tanpa Rokok.

 

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah