Kadang saya bingung dengan apa maksud kebijakan pemerintah. Ketika menghadapi Covid-19, mereka berniat menyelamatkan rakyat dan perekonomian secara bersamaan. Hasilnya ya suram, ekonomi buruk jumlah korban terus bertambah. Dalam kebijakan soal rokok, pemerintah pun begitu.
Sejak dulu selalu ada ketidakharmonisan kebijakan terkait rokok dalam pemerintahan. Kementerian Kesehatan sebagai pihak yang menentang rokok terus bersitegang dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, juga Kementerian Pertanian. Hasilnya, ya Kemenkes yang menang.
Di luar konteks soal siapa menang siapa kalah, kebijakan terkait rokok ini sebenarnya bisa mengambil jalan moderat. Toh sebenarnya kita paham, akses terhadap produk ini memang harus dibatasi. Anak-anak tidak boleh merokok pun membeli rokok. Nah agar itu semua bisa berjalan, ya harusnya aturan yang telah dibuat dan ada diperketat saja pelaksanaannya.
Begini, sejak dulu saya menjelaskan kalau buat urusan rokok, kita harus melihat kebijakan secara multidimensi. Ingat, kebijakan soal kretek ini memang mempengaruhi hidup banyak orang. Kalau kebijakannya hanya mementingkan hak segelintir orang, maka ada banyak gelintir lainnya yang melawan.
Kerena itulah, pembahasan tentang kebijakan ini harus diikuti dan mendengarkan suara semua pihak. Selama ini, pengambilan kebijakan hanya mendengarkan kepentingan pihak antirokok dan sesekali industri juga petani. Konsumen jarang diajak, pedagang asongan apalagi. Padahal, semua pihak bisa menyampaikan kepentingan dan bersepakat mengambil jalan tengah.
Seperti apa jalan tengahnya?
Ya sudah kita sepakati pembatasan penjualan rokok dan pembatasan ruang merokok. Pembelian produk harus disertai kartu identitas, dan pedagang harus setuju. Kalau ada yang membandel menjual ke orang di bawah usia 18 tahun, ya ditindak tegas. Namun, ingat, pembatasan dilakukan untuk perkara ini saja.
Jangan sampai pembatasan kemudian dilakukan juga untuk para perokok yang sudah berusia di atas 18 tahun. Jangan kemudian, display produk yang dilarang. Jangan kemudian, iklan dilarang total. Padahal jelas-jelas iklan sudah dibatasi, tapi masa harus dilarang total. Kalau begini sih namanya kebijakannya justru yang tidak bijak.
Pun dalam konteks orang merokok, saya kira orang tidak masalah ruangnya dibatasi. Ya tidak boleh merokok sembarangan, harus lihat tempat, tapi disediakan dong ruang merokoknya. Jangan sudah merokok hanya boleh di ruang itu, tapi tempatnya tidak ada. Kalau begitu kan orang-orang jadi pada merokok di sembarang tempat.
Kalau memang hanya berniat mengutamakan kepentingan antirokok, ya sudah kita sama-sama ambil kebijakan radikal: larang penjualan rokok di Indonesia. Sederhananya, mari kita ilegalkan produk rokok di Indonesia. Kalau memang tidak mau mengakomodir kepentingan industri, petani, konsumen, pedagang, ya sudah itu saja jalan yang bisa diambil.
Dan saya kira, memang sebaiknya pemerintah segera melarang total penjualan rokok. Tidak cuma penjualan sih, tetapi juga produksi kretek dan juga melarang budidaya tembakau. Kalau perlu cengkeh juga, kan itu bagian dari produksi. Karena semua hal yang berkaitan dengan produk ini berbahaya, maka harus segera dilarang beredar di Indonesia.
Perkara nanti petani dan buruh mau kerja apa, perkara nanti tidak lagi dapat pemasukan dari cukai, perkara nanti ada banyak pihak yang merugi, ya tidak apa-apa. Yang penting anak bangsa sehat, dan antirokok menang. Begitu saja kok repot.
- Melindungi Anak adalah Dalih Memberangus Sektor Kretek - 29 May 2024
- Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram? - 20 March 2024
- Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura - 23 February 2024