Press ESC to close

Pentingnya Industri Kretek Bagi Kudus

Industri kretek merupakan satu dari sekian sumber pemasukan bagi negara yang diandalkan setiap tahun. Dari industri yang mengolah bahan baku tembakau dan cengkeh ini, negara mematok target penerimaan cukai rokok sebesar Rp 193 triliun pada 2022. Angka ini setara 10 persen penerimaan negara sepanjang tahun depan.

Angka yang dipatok sebesar itu tentu disumbang dari sektor hulu-hilir industri rokok. Banyak daerah di Indonesia, baik itu daerah penghasil tembakau maupun cengkeh, yang intinya secara ekonomi pasarnya di dalam negeri menjadi ujung tombak penting dalam mewujudkan target tersebut.

Meski, cukai kerap digadang-gadang sebagai instrumen pengendali konsumsi rokok, pemasukan dari sektor cukai rokok tetap menjadi satu sumber pendapatan yang dikelola negara untuk kemudian dibagi-bagi ke tiap daerah yang ada di Indonesia, seturut regulasi DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) dan alokasinya.

Kudus sebagai daerah berjuluk Kota Kretek, salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki sejarah-budaya panjang terkait produk kretek. Pada 2021 tercatat ada 75 pabrik rokok yang terdata. Menurut kabar terakhir, DBHCHT yang diterima Pemkab Kudus pada 2022 ini adalah sebesar Rp 177 miliar. Jumlah tersebut, naik dibanding tahun lalu yang sebesar Rp 155,53 miliar.

Berdasar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215, telah terjadi beberapa perubahan terkait penggunaan alokasinya. Menurut pihak Pemkab Kudus, pihaknya masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak-juknis) yang itu merupakan otoritas Bupati.

Artinya, juklak dan juknis terkait pelaksanaannya tidak bisa melangkahi apa yang nantinya ditetapkan di dalam Perbup. Hal itu diperkuat lagi, karena ada perubahan (regulasi PMK) itulah nanti akan ada penyesuaian alokasi. Sebab, alokasi di APBD 2022 itu masih berdasarkan pada PMK 206, perubahannya akan ditetapkan dalam Perbup.

Baca Juga:  Dilabel Perokok Berat, Maurizio Sarri Tetap Eksis di Dunia Sepakbola

Secara umum disampaikan bahwa, alokasi untuk bidang kesehatan mengalami kenaikan sebesar 40 persen dibanding PMK 206 yang besarannya 25 persen. Selain itu, alokasi untuk penegakkan hukum berbeda dari bidang kesehatan. Alokasi bidang hukum yang semula 25 persen turun menjadi 10 persen. Untuk alokasi kesejahteraan masyarakat masih sama, yakni 50 persen dari alokasi total.

Dari gambaran besaran alokasi untuk bidang kesehatan itu, terutama lagi akan ada penyesuaian seturut PMK 215, diperkirakan akan ada program baru yang mengarah pada kegiatan infrastruktur.

Hal ini  berpedoman pada PMK 215 terkait penyediaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan, penerapan inovasi teknis, dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung. Tentu saja jika kita lihat dari sisi manfaatnya, ini akan secara langsung dirasakan semua lapisan masyarakat Kudus.

Mengingat, persoalan akses kesehatan yang merata bagi semua golongan inilah yang diharapkan oleh para pihak. Tak hanya pemerintahnya, termasuk pula menjadi harapan masyarakat Kudus pada umumnya. Sebagaimana kita ketahui, pemanfaatan DBHCHT memang diharapkan dapat menjawab beberapa persoalan dasar di masyarakat. Baik itu soal kesejahteraan sosial, kesehatan, maupun pendidikan.

Dalam konteks ini industri kretek, secara langsung maupun tidak telah memberi nilai manfaat dari keberadaannya. Walau seringkali kita mendapatkan berbagai tudingan absurd yang mendiskreditkan industri hasil tembakau melalui kampanye kesehatan yang dimainkan antirokok.

Tak jarang produk hasil tembakau tidak dipandang nilai ekonominya oleh sebagian kalangan yang membenci rokok. Sebagian besar menuding dari sisi kesehatan yang menebalkan stigma bahwa rokok adalah biang kerok segala penyakit mengerikan.

Baca Juga:  Ada Apa Dengan Impor Tembakau?

Sementara, jika kita lihat faktanya, duit dari perokok yang diatur ke dalam DBHCHT secara peruntukannya memberi andil untuk masyarakat mengakses layanan kesehatan dengan baik. Seperti halnya yang sudah direncanakan oleh pihak Pemkab Kudus.

Hal ini bukan hanya terjadi untuk tahun 2022, beberapa tahun sebelumnya, pemanfaatan DBHCHT di Kudus dirasakan langsung pula oleh masyarakat. Di antaranya, untuk sektor pengembangan keterampilan, serta bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi.

Sejauh ini, sumbangsih industri kretek tak dipungkiri tidaklah kecil nilainya. Jika dibandingkan dengan pendapatan dari sektor Migas yang mencapai Rp 103,2 Triliun pada 2021. Sementara dari perkembangan realisasi penerimaan cukai rokok sampai dengan akhir Agustus 2021 saja sudah sebesar Rp 111,12 triliun.

Itu artinya, sektor kretek secara ekonomi membuktikan sisi positif yang mesti diapresiasi banyak pihak. Terlebih jika kita mau menilik lagi porsi-porsi yang diberikan ke tiap daerah melalui skema DBHCT, kesemua itu jelas menjadi legacy yang membanggakan.

Dalam konteks ini, masyarakat Kudus yang sebagian besar terserap bekerja untuk pabrik rokok maupun sektor yang tak terlibat secara langsung, patut berbangga dengan produk kretek yang selama ini menjadi sumber penghidupan yang melumasi roda ekonomi daerah khususnya, untuk kelangsungan ekonomi negara pada arti luasnya.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah