Press ESC to close

Industri Kretek Bukan Sebatas Pabrik Rokok

Sepanjang 3 tahun menjadi Ketua Komunitas Kretek, dan 7 tahun beraktivitas bersama lembaga advokasi konsumen ini, saya selalu mengatakan bahwa ya saya membela industri kretek. Tentu saja, bagi kami industri kretek harus dibela. Jangan sampai kemudian kretek jadi sama seperti Kopra atau komoditas lain yang mati karena distigma negatif lewat isu kesehatan.

Dengan membela industri kretek, bukan berarti kami membela pabrik rokok. Ingat, industri bukan sebatas pabrik. Ada begitu banyak elemen di dalamnya, termasuk petani serta buruh yang menggantungkan hidupnya pada industri ini. Dan yang paling penting, kami juga kerap berseberangan dengan pabrikan.

Anggapan membela industri sama dengan membela pabrik jelas keliru. Sejauh 7 tahun itu, saya tidak ingat berapa kali Komunitas Kretek berhadapan dengan pabrik karena kebijakannya. Baik itu pabrik besar atau kecil, jika tidak bijak terhadap pekerja, tentu akan kami kritik dan lawan.

Ketika terjadi PHK besar-besaran yang dilakukan pabrikan besar, kami menolak kebijakan itu dan berada di posisi yang berseberangan. Bagi kami, pabrik rokok yang tidak mempedulikan pekerjanya hanyalah kapitalis yang tidak layak untuk diperjuangkan. Mengingat industri tembakau di hulu-hilirnya saling menghidupi, maka upaya mematikan seperti PHK tak dapat diterima.

Alasan utama kami membela industri kretek ini jelas karena kami, sebagai konsumen, lelah distigma negatif oleh publik. Ya, sebagian besar perokok ini berengsek. Namun keberengsekan itu kemudian terperlihara dengan keberadaan stigma negatif tersebut. Karenanya, kami lakukan kampanye dan edukasi kepada perokok agar berlaku santun ketika berada di ruang publik.

Baca Juga:  Lagi-lagi Tenis dan Masa Depan Olahraga Ini Tanpa Wismilak

Kampanye ini jelas target dan sasarannya: perokok. Bukan kemudian kami kampanye pada anak kecil atau orang yang tidak merokok agar menjadi perokok. Tidak begitu. Kami menganggap bahwa sebelum menuntut hak, kami harus terlebih dulu menghargai hak orang lain. Jika sudah, maka kami menuntut ruang untuk merokok di ruang publik agar hak kami terpenuhi.

Meski begitu, alasan ini kemudian berkembang setelah melihat betapa industri kretek ini menjadi sandaran hidup masyarakat. Betapa kemudian industri kretek ini menghidupi tidak hanya jutaan orang yang langsung terlibat seperti buruh dan petani, tetapi juga yang secara tidak langsung terlibat seperti pedagang, buruh tani, penjual keranjang, dan masih banyak lagi.

Industri ini adalah ekosistem, tidak bisa hidup jika ada satu pihak yang menghilang, atau semua pihak akan terpengaruh jika ada satu yang bermasalah. Ketika cukai naik, penjualan akan menurun, yang juga menyebabkan produksi turun. Hal ini akan berpengaruh tidak hanya pada pabrik, tetapi juga pada petani dan buruh.

Baca Juga:  Rokok Ilegal Menghancurkan Peradaban Bangsa Indonesia

Saat produksi turun, para buruh terancam PHK karena tidak ada pekerjaan produksi yang mereka lakukan. Pada para petani, turunnya produksi berdampak pada turunnya pembelian bahan baku, tembakau dan cengkeh. Pada akhirnya, satu kebijakan akan mempengaruhi seluruh ekosistem produksi ini dan mempengaruhi jutaan orang yang hidup di dalamnya.

Jika ditanya, siapa yang paling diuntungkan oleh industri ini, jelas jawabannya adalah negara dan masyarakat. Karena sekitar 70% dari harga satu barang rokok itu masuknya ya ke kas negara melalui cukai, pajak daerah, serta pajak pertambahan nilai. Masyarakat diuntungkan dengan ratusan triliun bisa digunakan untuk kepentingan warga, kecuali jika dikorupsi ya.

Karenanya, membela industri kretek ini sama artinya dengan membela penghidupan jutaan orang yang hidup bersamanya. Bukan sekadar membela pabrik, apalagi pabrik-pabrik yang gemar melakukan PHK pada para pekerjanya.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit