Press ESC to close

Tidak Perlu Malu Menjadi Perokok

Menjadi perokok bukanlah hal yang memalukan. Apa yang perlu dimalui, toh sebagai perokok kita menyumbang uang ratusan triliun kepada negara setiap tahunnya. Selain pada negara, kita juga memberi kontribusi anggaran pada daerah yang memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dari rokok yang kita konsumsi. Jika dihitung, dari sebatang rokok yang kita isap sumbangsih yang diambil pemerintah mencapai angka 70%.

Atas dasar itulah, kita harusnya bangga telah menjadi warga negara yang turut memberikan kontribusi pada pemerintahan. Tidak perlu kita malu atau takut menunjukkan jati diri sebagai perokok di hadapan publik. Toh, jika kita menjadi perokok yang santun, tidak ada persoalan yang patut dikhawatirkan di hadapan mereka.

Memang hingga saat ini citra rokok di mata masyarakat masih buruk. Kita harus akui itu. Namun jika kita sebagai perokok menjadi takut juga malu merokok di hadapan publik, itu sama saja kita membenarkan anggapan kalau rokok itu buruk. Rokok itu jahat. Padahal ya kenyataannya tidak seperti itu.

Seperti yang sudah saya tuliskan tadi, merokok adalah satu aktivitas yang memberikan kontribusi besar pada negara. Selain menjadi sumber pemasukan negara, rokok juga menjadi sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Jutaan orang hidup dari barang yang katanya jahat tersebut.

Baca Juga:  Menjajaki Logika Koplak Antirokok

Mungkin memang rokok memiliki faktor risiko terhadap penyakit berbahaya macam jantung atau kanker. Namun jika kita mau adil, ada banyak hal yang turut memberikan faktor terhadap risiko seseorang terkena penyakit berbahaya tadi. Butuh contoh, mari kita lihat makanan cepat saji dan minuman cepat saji. Itu belum ditambah perilaku hidup yang juga menyumbang potensi terhadap penyakit tadi.

Kalau karena persoalan tadi rokok jadi dianggap sebagai hal yang jahat, harusnya kendaraan bermotor atau makanan cepat saji juga dianggap jahat. Masalahnya, persoalan cap jahat terhadap rokok ini terjadi karena kepentingan kelompok-kelompok yang membenci rokok. Karena itulah cuma rokok yang banyak dicitrakan sebagai hal jahat, dan perokok sebagai konsumennya dianggap sebagai seorang penjahat.

Apakah kita yang merokok adalah penjahat? Tentu saja tidak.

Buktinya, selama ini kita tetap setia membayar pajak dan cukai rokok. Memberi pemasukan besar pada negara itu bukan hal jahat loh. Selain itu dengan membeli rokok, kita juga berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat yang berdagang. Toh rokok adalah barang legal yang boleh diperjualbelikan. Kalau barang ilegal, barulah boleh perokok itu disebut jahat.

Baca Juga:  Teror Terhadap Perokok Memiskinkan Akal Sehat

Lagipula, saat ini upaya untuk mengajak para perokok agar lebih menghargai masyarakat sudah digalakkan. Bahwa memang masih ada perokok yang berlaku tidak santun dan tidak menghargai hak orang lain. Tapi keberadaan perokok-perokok macam ini tidak lantas menghilangkan upaya tadi, apalagi saat ini makin banyak perokok yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya.

Karena itulah, sebagai perokok yang bertanggungjawab, kita harus terlibat dalam gerakan perokok santun agar pandangan negatif masyarakat terhadap rokok memudar. Kita harus tunjukkan bahwa perokok juga manusia, punya rasa punya hati, bisa pula menghargai hak orang yang tidak merokok. Agar hal tersebut bisa tercapai, maka perasaan malu dan takut menunjukkan diri sebagai perokok harus kita hilangkan. Kita harus berani menunjukkan pada dunia, bahwa kita adalah perokok dan kita dapat menghargai hak orang lain.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit