Press ESC to close

Beberapa Penelitian Terbaru Terkait Bahaya Vape

Vape bagi sebagian penggunanya dianggap sebagai jembatan untuk mengatasi kecanduan merokok. Piranti yang membawa penggunanya mendapatkan sensasi baru ini dipercaya membikin orang dapat lebih sehat dan terbebas dari rokok. Sensasi gumpalan uap dan aromatika yang memberi kepuasan bagi penggunanya itu kerap diperbincangkan banyak kalangan. Tetapi tahukah kita sebetulnya dampak buruk dari vape, yang dikabarkan memberi daya rusak tinggi terhadap kesehatan.

Meski begitu pada sejumlah pemberitaan tentang vape, kerap saja framing media mempersandingkan bahaya vape dengan rokok. Yang keduanya sama-sama distigma negatif. Paradigma kesehatan modern telah memerangkap publik pada dikotomi sehat-tidak sehat melalui produk kontroversi.

Vape yang dianggap non nikotin dinilai sejumlah peneliti membawa dampak kesehatan yang menakutkan. Dari hasil studi terbaru itupun bukan berarti mereka tidak menyudutkan rokok. Bahaya gangguan kesehatannya tak jauh beda dengan stigma buruk terhadap tembakau maupun rokok.

Menurut para peneliti dari Texas Tech University, dalam presentasi hasil penelitiannya pada sebuah pertemuan internasional di Houston tentang bahaya stroke. Menyatakan bahwa unsur yang terdapat pada vape membahayakan jantung serta ancaman stroke bagi penggunanya.

Baca Juga:  Benarkah IQ Perokok Rendah? Einstein Aja Gak Tau!

Lebih jauh lagi dari hasil tes yang ada, mengonsumsi vape dinyatakan dapat mengurangi jumlah glukosa dalam otak. Kandungan uap dalam rokok eletrik ini dapat merusak unsur kimia penting bagi pembekuan yang dapat membuat pendarahan otak. Menurut seorang peneliti Ali Ehsan Sifat, paparan rokok elektrik dapat menurunkan daya penyerapan glukosa di otak yang merupakan bahan bakar bagi aktivitas otak.

Hasil penelitian itu diujicobakan pada tikus. Yang kemudian menjadi marak dalam pemberitaan. Hal ini sebetulnya bisa dilihat dari kacamata ekonomi politik, bahwa vape dibuat sebagai produk pengganti kecanduan merokok ini tengah berusaha mengambil posisi di pasar kesehatan dengan merebut pangsa perokok di Indonesia.

Tidak ada salahnya jika kembali diingatkan bahwa pemutakhiran produk dari tradisi mengisap ini bukanlah jenis satu-satunya yang menjadi pergunjingan global. Perdagangan produk terapi kecanduan merokok (NRT) yang berbasis senyawa nikotin juga menyasar pada bentuk permen karet, nicotine spray, maupun koyo. Yang dari situ dapat kita tarik kesimpulan bahwa di balik itu semua ada skema perebutan pasar nikotin.

Baca Juga:  Sandiaga Uno dan Janji-janji Mulianya Tentang Tembakau

Disadari atau tidak oleh para pengguna vape di Indonesia kalau sebetulnya uap vape yang dicitrakan lebih sehat justru sebaliknya. Stigma serupa terjadi pula terhadap rokok Indonesia dan para penikmatnya. Dari sisi ini kita dapat menyimpulkan bahwa kepentingan perang dagang nikotin melingkari perokok dan vapers sama-sama pesakitan. Stigma pesakitan inilah kemudian yang menjadi cara bagi mereka untuk melariskan produk pengentas lainnya. Bahkan balai-balai pengobatan yang memberikan terapi kecanduan dibuat untuk mengatasi dua mangsa pasar yang dilingkari sebagai pesakitan itu.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah