Press ESC to close

Sesat Pikir Pasal Soal Produk Tembakau di RUU Kesehatan

Rancangan Undang-undang Kesehatan Omnibus Law sesat pikir. Ini adalah salah satu rancangan regulasi yang sudah keliru sejak dalam pikiran. Bagaimana bisa, aturan yang katanya digunakan untuk menegakkan hukum, justru malah menerabas beragam aturan hukum yang ada?

Salah satu permasalahan paling mendasar dari RUU ini, bagi konsumen rokok adalah bagaimana rancangan aturan ini mengabaikan putusan hukum yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Di RUU Kesehatan ini, pasal penyediaan ruang merokok di tempat umum tidak lagi bersifat wajib. Kata dapat, yang pada UU sebelumnya dihilangkan oleh keputusan MK, dikembalikan lagi. 

Hal ini menyebabkan penyediaan ruang merokok jadi sekadar guyonan saja. Tidak wajib ada, tidak wajib tersedia. Padahal, sedari awal ketersediaan ruang merokok adalah hal fundamental yang jadi penengah dari persoalan suka dan tidaknya publik terhadap rokok. Sialnya, kediktatoran rezim kesehatan membuatnya jadi tak perlu ada lagi. 

Ketimbang membuat aturan agar pengelola tempat umum dan tempat kerja bisa diberikan sanksi jika tak menyediakan ruang merokok, rezim kesehatan justru menghilangkan keberadaan tempat itu. Dan gilanya, kewajiban menyediakan ruang merokok dihilangkan dengan menghiraukan keputusan hukum yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi

Hal kedua yang jadi bermasalah dari RUU ini, bagi pemangku kepentingan kretek, adalah kenapa hanya tembakau yang masuk dalam regulasi ini? 

Begini, kehadiran tembakau dalam RUU ini ada di bagian pengamanan zat adiktif. Di pasalnya, disebutkan jika tembakau adalah zat adiktif seperti narkoba, minuman beralkohol, dan lain sebagainya. Namun, hanya tembakau lah yang kemudian diatur lebih detail dalam regulasi tersebut, sementara yang lain ya sekadar disebut saja. 

Baca Juga:  RUU Kesehatan: Soal Pasal Zat Adiktif yang Membunuh IHT

Jika memang regulasi ini mau mengatur perkara pengamanan zat adiktif, harusnya narkotika dan minuman beralkohol pun diatur lebih lanjut dalam RUU Kesehatan ini. Jika pun tidak mau melakukannya, harusnya ya pengaturan tembakau lebih lanjut tak perlu dilakukan di regulasi. Cukup beri penjelasan jika aturan teknis akan dimuat dalam regulasi turunan dari RUU ini. 

Kalau memang sedari awal, pasal zat adiktif ini dibuat hanya untuk mengatur tembakau, ya tidak perlu dimasukan zat adiktif lainnya. Tinggal pasalnya diganti jadi pengamanan produk tembakau, bukan pengamanan zat adiktif. 

Hal lainnya yang juga bermasalah adalah, bagaimana urusan iklan rokok malah diatur dalam RUU Kesehatan ini. Biar bagaimanapun, iklan rokok itu hanya aturan teknis yang harusnya tak perlu dibahas di Undang-undang. Cukup diatur di aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah. Dengan menghadirkan pasal yang membahas iklan rokok, terlihat jelas bahwa kehadiran pasal pengamanan zat adiktif itu hanya kamuflase untuk mengatur rokok. 

Dan gilanya lagi, aturan mengenai iklan rokok ini bukan membahas aturan iklan, melainkan aturan iklan rokok ini nantinya hanya bisa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan. Ini jelas hal yang melampaui kewenangan hukum. Pada logika hukum dan tata negara, aturan turunan dari UU adalah kewenangan Peraturan Pemerintah. Kok bisa ada Menteri yang mendorong aturan itu mutlak ada di tangannya? Apakah itu bentuk dari kediktatoran rezim kesehatan? 

Baca Juga:  RUU Kesehatan Melanggar Hak Konstitusi Perokok

Jika memang dari awalnya saja RUU Kesehatan Omnibus Law ini sudah sesat pikir, maka lebih baik pembahasannya dibatalkan saja. Sayangnya, hal yang baik itu tidak pernah dipikirkan oleh pemerintah dan DPR. Mereka dengan ngototnya mau membawa RUU Kesehatan ini ke pembahasan tingkat 2, yang nantinya akan segera diparipurnakan. 

Dengan melihat itikad tersebut, sudah jelas jika RUU Kesehatan dibuat tidak dengan memperhatikan masukan dan pandangan masyarakat. Penolakan demi penolakan yang diberikan pada RUU ini tidak membuat Menteri Kesehatan dan DPR goyah. Bodo amat rakyat berpendapat apa, yang penting kepentingan rezim dan oligarki tetap berjalan.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *